Ilustrasi Polri. Medcom.id
Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dinilai sangat berbahaya untuk demokrasi. Sebab, ada rencana penambahan kewenangan kepada polisi untuk masuk ke ranah priviat masyarakat tanpa adanya pengawasan.
"Sangat mengancam demokrasi. Kalau kita baca baik-baik, terutama Pasal 14, itu hanya menambah kewenangan tanpa pengawasan. Nah ini yang buruk," ujar pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, kepada Medcom.id, Senin, 22 Juli 2024.
Salah satu poin yang disorot, yakni kewenangan kepolisian di ruang siber. Pada Pasal 14 ayat (1) huruf b dan q, polisi memiliki wewenang patroli siber, pengawasan, bahkan pemblokiran web.
Kewenangan berlebih yang dimiliki Polri di bidang siber menimbulkan kekhawatiran kepada masyarakat, karena tak memberikan batasan yang jelas. Selain itu, muncul ketakutan polisi akan menggunakan pasal ini sebagai alat membungkam dan membatasi ruang gerak seseorang dalam mengungkapkan pendapatnya.
Hal ini berpotensi adanya pembatasan ruang ekspresi terhadap siapa pun yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan penguasa. Dia berharap pemerintah dan DPR membatalkan rencana revisi UU Polri dan TNI.
"Saya sih masih berharap ini bisa ditarik, maka harus kita viralkan ramai-ramai supaya Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) sadar ini akan merusak kepolisian dan tentara," ujar dia.