Paulus Tannos saat bersaksi dalam sidang korupsi KTP-el pada 2017. Foto: Dok. Metrotvnews.com
Siti Yona Hukmana • 2 December 2025 16:42
Jakarta: Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) memutuskan untuk tidak dapat menerima permohonan gugatan praperadilan Paulus Tannos. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sudah seharusnya hakim menolak gugatan dari seorang buronan.
Hal ini disampaikan Tim Biro Hukum KPK usai persidangan. Adapun, sidang gugatan praperadilan dengan agenda pembacaan putusan ini digelar di Ruang Sidang Utama PN Jaksel.
"Permohonan yang diajukan oleh seorang yang DPO itu seharusnya tidak diterima," kata Tim Biro Hukum KPK Indah di PN Jaksel, Selasa, 2 Desember 2025.
Indah menjelaskan pihaknya menghargai dan terima kasih atas keputusan hakim praperadilan yang telah menolak permohonan dari pemohon Tannos. Sebab, pertimbangan hakim karena pemohon memang belum ditangkap oleh KPK, sehingga penangkapan oleh otoritas Singapura itu bukan berdasarkan KUHAP.
"Faktanya memang sampai saat ini kan pemohon itu memang belum ditangkap oleh
KPK. Proses yang ada di Singapura kan tidak berdasarkan hukum acara yang di Indonesia ya. Tadi hakim pertimbangannya seperti itu," ungkap Indah.
Terlebih, status Tannos yang merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik (KTP-el) itu masih dalam daftar pencarian orang (DPO). Maka itu, putusan hakim bahwa gugatan praperadilan yang diajukan error in objecto dan bersifat prematur.
Begitu pula eksepsi Paulus Tannos, ditolak semua oleh majelis hakim tinggal. KPK memandang putusan ini sudah sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 1 Tahun 2018 terkait larangan tersangka yang melarikan diri atau berstatus DPO untuk mengajukan praperadilan.
"Permohonan yang diajukan oleh seorang yang DPO itu seharusnya tidak diterima," pungkas Indah.
Sidang gugatan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka dan penangkapan Paulus Tannos dipimpin oleh Hakim tunggal Halida Rahardhini. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Paulus Tannos merupakan tersangka kasus korupsi KTP-el yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2019. Dia dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) dan melarikan diri ke Singapura agar terhindar dari jeratan hukum.
Bahkan, Tannos memalsukan identitasnya dengan mengubah nama menjadi Thian Po Tjhin dan memiliki paspor negara Guinea-Bissau. KPK mengirimkan surat permintaan ekstradisi ke Singapura melalui Polri dan Kementerian Hukum
Akhirnya, Paulus Tannos, ditangkap pada 17 Januari 2025 sekitar pukul 14.30 waktu Singapura, oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sebagai competent authority dalam penanganan tindak pidana korupsi di Singapura.
Sampai saat ini Paulus Tannos berada dalam tahanan di Changi Prison. Namun, upaya ekstradisi Tannos masih berproses.