Sejumlah orang tanpak menyiapkan menu buka puasa di Masjid Sabilurrosyaad. MTVN/Ahmad Mustaqim
Bantul: Futikah, 57, tampak wira-wiri di sisi selatan Masjid Sabilurrosyaad di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia mengecek masakan di atas wajan dan kemudian di balik agar tidak gosong.
Ia saat itu sedang menggoreng tempe untuk menu buka puasa yang disajikan untuk jemaah di Masjid Sabilurrosyaad. Di dekat tempat memasak itu terdapat dipan lebar dari papan yang digunakan untuk menempatkan bahan makanan maupun makanan yang sudah masak.
Tampak sebuah tungku besar berisi bubur. Bubur tersebut menjadi menu utama harian untuk buka puasa di sana. "Menu buka puasa bubur di sini sudah sejak dulu-dulu," kata Futikah kepada Metrotvnews.com belum lama ini.
Futikah dibantu sejumlah orang memasak menu buka puasa itu. Menu buka puasa bubur itu biasanya didampingi sayur lodeh, seperti dengan lauk telur dan krecek. Dari cerita-cerita yang Futikah dengar, bubur sebagai menu buka puasa sudah ada beberapa ratus tahun lalu.
Ia mengatakan masyarakat sekitar kini melestarikan apa yang sudah ada. Konon, kata Futikah, bubur dijadikan menu buka puasa karena lembut dan mudah dicerna. Setiap harinya, kecuali hari Jumat, ada 100 porsi bubur yang disediakan.
Sementara, pada hari Jumat disediakan hingga 500 porsi bubur. Setiap 100 porsi bubur biasanya bisa menghabiskan 8 kelapa dengan sekitar 8 orang memasak, sedangkan 500 porsi bubur bisa menghabiskan 25 buah kelapa dengan sekitar 50 orang yang memasak.
"Jumat itu yang datang banyak makanya disediakan sampai 500 porsi, jadi tidak hanya masyarakat sekitar (masjid)," kata dia.
Futikah mengatakan masyarakat dari sejumlah daerah biasanya hadir mengikuti buka bersama. Ia mengungkapkan pernah ada warga dari Solo dan Jakarta rela datang jauh. Bahkan, ia menyebut pernah ada warga Klaten atau Boyolali yang datang dan menanyakan resep membuat warga bisa rukun.
"Pernah ada nonmuslim (ikut buka bersama), dari luar negri, tapi itu sebelum covid-19," katanya.
Sebagai informasi, masjid ini dipercayai jadi peninggalan Panembahan Bodho atau Raden Trenggono, cicit dari Raja Brawijaya V raja Majapahit. Masjid tersebut dibangun awal pada 1485 Masehi oleh Raden Trenggono yang merupakan salah satu murid dari Sunan Kalijaga.
Bubur yang disajikan di Masjid Sabilurrosyaad disajikan dengan lodeh serta lauk tertentu. Jenis lauk biasanya menyesuaikan dengan uang belanja yang sebagian di antaranya dibantu donatur.
"Biasanya ada sayur lodeh, krecek, telur, buah, krupuk, kurma. Ada donatur," ucapnya.
Sajian bubur lodeh untuk buka puasa itu menjadi momen langkah karena hanya ada saat bulan ramadan. Futikah mengatakan warga akan mengantarkannya apabila ada yang sakit atau lansia.
"Kalau ada warga yang sudah tua atau sakit diantarkan ke rumahnya," kata dia.
Masyarakat yang hadir di Masjid Sabilurrosyaad hanya mencari bubur. Futikah menceritakan pernah ada suatu momen takmir masjid menerima tawaran nasi kotak dari donatur untuk buka puasa. Menu tersebut diberikan kepada para jemaah yang hadir. Namun, Futikah menyebut jemaah yang hadir untuk buka bersama itu menolak dengan halus. Apa yang sudah diedarkan tidak dimakan dan ditinggal pulang setelah salat maghrib.
"Podo gelo (kecewa karena menunya bukan bubur). Ada yang bilang, kalau nasi di rumah ada. Akhirya saya kasih ke jemaah tarawih," kata sosok perempuan yang sudah 25 tahun tinggal di daerah tersebut.
Setelah itu, tak pernah ada lagi pemberian menu buka puasa selain bubur. Sebelum buka puasa, kegiatan di masjid tersebut diisi dengan pengajian. Memasuki azan maghrib dilanjutkan buka puasa, salat wajib, dan tarawih. Kegiatan di masjid tersebut juga ada tadarus dan simakan membaca kitab alquran.