Gedung Digeledah Polri, Hutama Karya Pastikan Tak Halangi Penyidikan

Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com

Gedung Digeledah Polri, Hutama Karya Pastikan Tak Halangi Penyidikan

Siti Yona Hukmana • 20 February 2025 19:42

Jakarta: Pihak PT Hutama Karya (HK) merespons penggeledahan yang dilakukan Polri terhadap Gedung HK Tower di MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur. Hutama memastikan tak akan menghalangi penyidikan.

"Hutama Karya tidak akan menghalangi proses penyidikan dan berkomitmen untuk mendukung Bareskrim Polri dalam mengusut kasus ini, serta akan bersikap kooperatif, transparan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan," kata EVP Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya (Persero) Adjib Al Hakim dalam keterangan tertulis, Kamis, 20 Februari 2025.

Hutama Karya juga dipastikan mendukung program bersih-bersih BUMN yang digalakkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Termasuk, memastikan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap proses bisnisnya.

Adjib mengatakan Gedung Hutama Karya digeledah Polri melalui Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) hari ini. Penggeledahan terkait proses penyidikan dugaan korupsi pada Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi EPCC Proyek Pengembangan dan Modernisasi Pabrik Gula Djatiroto Tahun 2016 di Lumajang milik PTPN XI.

"PT Hutama Karya selaku kontraktor dalam proyek ini," ungkapnya.

Sementara itu, Kasubdit II Kortas Tipidkor Polri Kombes Bhakti Eri Nurmansyah mengatakan ada sejumlah ruangan digeledah, seperti ruangan direksi dan ruangan komisaris. Hasil penggeledahan, penyidik membawa beberapa dokumen, barang bukti, file, data dan sebagainya yang terkait dengan dugaan korupsi pembangunan pabrik gula Djatiroto.

Selanjutnya, penyidik Kortas Tipidkor akan memeriksa direksi PT Hutama Karya. Sebelumnya, sudah 50 saksi diperiksa diduga mengetahui praktik raudah dalam pembangunan pabrik gula Djatiroto milik PTPN XI itu.
 

Baca juga: 

Direksi Hutama Karya Segera Diperiksa terkait Korupsi Proyek Pabrik Gula PTPN XI

 

Duduk perkara kasus

Untuk diketahui, pekerjaan proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commisioning (EPCC) Tahun 2016, direncanakan Tahun 2014. Proyek itu sebagai tindak lanjut program strategis BUMN didanai Penyertaan Modal Negara (PMN), yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015.

Waka Kortas Tipidkor Polri Brigjen Arief Adiharsa mengatakan nilai kontrak proyek pengadaan tersebut sebesar Rp871 miliar. Hasil penyidikan, ditemukan adanya perbuatan melawan hukum pada proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan maupun pembayaran yang tidak sesuai dengan aturan hukum.

"Sehingga, mengakibatkan proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara," kata Arief Adiharsa dalam keterangan tertulis, Selasa, 13 Agustus 2024.

Adapun beberapa fakta penyidikan yang ditemukan penyidik, kata Arief, anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto Lumajang kurang dan tak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak sampai kontrak ditandatangani.

Kemudian Direktur Utama PTPN XI inisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT jauh sebelum lelang dilaksanakan sudah berkomunikasi intens. Mereka menjalin kerja sama untuk meloloskan KSO Hutama-Euroasiatic-Uttam sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan konstruksi terintegrasi EPCC pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto Lumajang PTPN XI tahun 2016.

Arief mengungkapkan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT meminta panitia lelang membuka lelang, sedangkan harga perkiraan sendiri (HPS) masih direview oleh tim konsultan PMC. Namun, panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat.

"Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Euroasiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri," ungkap Arief.

Arief menambahkan isi dari kontrak perjanjian diubah dan tidak sesuai rencana kerja syarat-syarat (RKS) dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan pembayaran letter of credit (LC) ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses good corporate governance (GCG).

Selain itu, Arief menyebut kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera di kontrak. Sebab, kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai Maret 2017.

"Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan, jaminan uang muka, dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar," kata Arief.

Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan ini mengakibatkan proyek mangkrak hingga saat ini. Sedangkan, uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.

Polri belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Nilai kerugian negara akibat praktik rasuah ini juga masih dihitung.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)