Ilustrasi. Foto: Dok istimewa
Naufal Zuhdi • 6 May 2025 19:22
Jakarta: Anggota Komisi VI DPR RI, Amin AK turut mengomentari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang di dalamnya terdapat salah satu poin krusial dalam beleid ini adalah perubahan status direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN yang saat ini tidak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
"Meskipun demikian, tindakan korupsi tetap harus diproses secara hukum, tanpa memandang status pelakunya sebagai penyelenggara negara atau bukan. Status tersebut tidak menghapus pertanggungjawaban hukum bila terjadi penyimpangan keuangan negara dalam kegiatan BUMN," kata Amin saat dihubungi, Selasa, 6 Mei 2025.
Ia menjelaskan, pada Pasal 11 Ayat (1) UU KPK memberi kewenangan kepada KPK untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat hukum, penyelenggara negara, serta pihak lain jika menyangkut kerugian negara minimal Rp1 miliar. Dengan demikian, lanjut Amin, selama terdapat kerugian negara, KPK, Kejaksaan, atau Polri tetap memiliki kewenangan untuk menangani perkara korupsi di lingkungan BUMN.
Oleh karenanya, pelaku korupsi, sambung dia, tetap dapat ditindak oleh aparat penegak hukum. UU BUMN terbaru mengatur secara jelas bahwa keputusan bisnis yang diambil berdasarkan prosedur dan prinsip korporasi tidak dapat dijadikan dasar pemidanaan.
"Namun, jika ada bukti bahwa pejabat BUMN menyalahgunakan wewenangnya untuk menguntungkan diri sendiri, keluarga, atau kelompok tertentu, mereka tetap harus bisa diproses secara hukum oleh lembaga manapun, bukan hanya KPK," tegas dia.
Baca juga:
Erick Thohir Ogah Kompromi Meski Ada Perubahan Status Petinggi BUMN |