Demonstrasi anti perang Gaza. (EPA-EFE/Abir Sultan)
Riza Aslam Khaeron • 29 May 2025 12:44
Tel Aviv: Sebanyak lebih dari 1.200 akademisi asal Israel menyerukan penghentian segera perang di Gaza dalam sebuah surat terbuka yang dirilis pada Selasa, 28 Mei 2025. Melansir Al Jazeera, surat ini ditujukan kepada pimpinan lembaga pendidikan tinggi di Israel, termasuk Asosiasi Kepala Universitas, Dewan Perguruan Tinggi Publik, serta kelompok pro-demokrasi Akademisi untuk Demokrasi Israel.
Para penandatangan mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari kelompok Aksi Bendera Hitam dan menuntut institusi akademik Israel untuk "bersuara" dan mengambil tindakan konkret guna mengakhiri perang. Mereka menyoroti bahwa sejak pelanggaran gencatan senjata oleh Israel pada Maret 2025, hampir 3.000 orang tewas di Gaza, dengan mayoritas merupakan warga sipil.
"Ini adalah daftar mengerikan dari kejahatan perang dan bahkan kejahatan terhadap kemanusiaan, semua karena ulah kita sendiri," tulis para akademisi dalam surat tersebut, dikutip dari Al Jazeera, Selasa, 28 Mei 2025.
"Kami tidak bisa mengatakan bahwa kami tidak tahu. Kami telah diam terlalu lama. Demi nyawa orang-orang tak berdosa dan keselamatan seluruh penduduk tanah ini... jika kita tidak menyerukan penghentian perang segera, sejarah tidak akan memaafkan kita," lanjut mereka.
Surat itu menempatkan penderitaan rakyat Palestina sebagai inti protes, berbeda dengan surat-surat terbuka sebelumnya dari kalangan militer dan elite politik yang lebih banyak menyoroti risiko terhadap sandera Israel atau tujuan politis semata.
"Sebagai akademisi, kami menyadari peran kami sendiri dalam kejahatan-kejahatan ini. Masyarakat manusialah, bukan hanya pemerintah, yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Beberapa melalui kekerasan langsung. Lainnya dengan membenarkan kejahatan dan membungkam suara-suara di ruang akademik. Ikatan diam inilah yang memungkinkan kejahatan yang nyata terus terjadi tanpa diakui," demikian bunyi kutipan surat mereka.
"Apa yang kami katakan adalah, bagaimana mungkin perang ini dianggap kurang penting [dibanding reformasi yudisial]? Akademisi harus menyuarakan pendapat mereka," ujar Raphael Greenberg, guru besar Universitas Tel Aviv, Selasa, 28 Mei 2025.
| Baca Juga: Warga Israel di Portugal Mengaku Malu dengan Perilaku Bengis Negaranya |