RUU KUHAP Disebut Perlu Dirumuskan dengan Bijak

Guru Besar UIN KHAS Jember, Noor Harisudin. Dokumentasi/ istimewa

RUU KUHAP Disebut Perlu Dirumuskan dengan Bijak

Deny Irwanto • 7 February 2025 22:37

Jember: Wacana revisi kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) pada beberapa ketentuan dinilai masih memiliki ketimpangan.

Guru Besar UIN KHAS Jember, Noor Harisudin, menekankan RUU KUHAP berpotensi menimbulkan kekacauan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia jika tidak dirumuskan dengan bijak.

“Perumusan RUU KUHAP yang baru harus melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat luas. Selain itu, kajian mendalam terhadap kelemahan KUHAP lama harus menjadi bahan evaluasi agar undang-undang yang baru tidak justru menimbulkan permasalahan baru,” kata Noor dalam diskusi  di Studio IJTI, Jember, Jawa Timur, Kamis, 6 Februari 2025.
 

Baca: DPR Telah Terima Surpres Revisi UU Minerba, Dibahas Pekan Depan
 
Salah satu poin krusial yang menjadi perhatian adalah penghapusan tahap penyelidikan dalam proses hukum. Menurut Noor hal ini dapat mengancam prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Proses penyelidikan adalah tahap awal yang sangat penting dalam memastikan apakah suatu perkara layak naik ke tahap penyidikan. Tidak semua kasus langsung bisa dianggap sebagai tindak pidana. Jika penyelidikan dihilangkan, dikhawatirkan akan terjadi kriminalisasi yang berlebihan," jelasnya.

Selain itu, ia juga menyoroti ketimpangan terhadap aparat penegak hukum (APH) dalam RUU KUHAP yang baru. Menurutnya diperlukan keseimbangan kewenangan antara kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan agar tidak terjadi dominasi salah satu pihak.

“Jika ada ketimpangan dalam tugas dan kewenangan APH, maka hal ini bisa berdampak buruk bagi sistem peradilan kita. RUU KUHAP seharusnya mampu menciptakan sinergi peran yang lebih baik antar aparat penegak hukum,” ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)