Potong Korbannya Jadi 554 Bagian, Pelaku Mutilasi di Mojokerto Mengalami Kondisi Psikologi Anomi Dehumanisasi

Proses evakuasi potongan tubuh diduga korban mutilasi di jurang jalur Mojokerto-Batu.

Potong Korbannya Jadi 554 Bagian, Pelaku Mutilasi di Mojokerto Mengalami Kondisi Psikologi Anomi Dehumanisasi

Tamam Mubarok • 15 September 2025 17:22

Mojokerto: Kasus mutilasi di Mojokerto, Jawa Timur, terbilang sangat langka. Pelaku, Alvi Maulana, 24, memutilasi tubuh kekasihnya sendiri, Tiara Angelina Saraswati, 25, menjadi 554 bagian. Dalam kasus ini, secara teori pelaku mengalami anomi sehingga melakukan dehumanisasi di luar nalar. 

Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Fauzy Pratama menjelaskan, terdapat perbedaan mendasar dari kasus mutilasi Mojokerto dengan mutilasi lainnya. Perbedaannya terdapat pada kondisi psikologi pelaku yang mendorongnya memutilasi korbannya menjadi 554 potongan.

Dalam kebanyakan kasus mutilasi, lanjut Fauzy, menghabisi nyawa korbannya saja tidak cukup. Pelaku yang marah, benci dan kecewa, akan mendorongnya untuk berbuat lebih. Pelaku akan melakukan perbuatan keji lainnya, seperti mutilasi untuk melampiaskan amarahnya.

"Pada kasus ini motif dasar yang menjadi alasan pelaku memutilasi, berbeda dengan pelaku mutilasi lainnya," kata AKP Fauzy di Mojokerto, Senin, 15 September 2025.
 

Baca: Pernah Berprofesi Jadi Tukang Jagal Hewan, Tersangka Mutilasi di Mojokerto Sangat Profesional

Dalam studi yang pernah dipelajari di University of Glasgow, Skotlandia, psikologi pelaku mutilasi Mojokerto ini dianalisis sesuai dengan teori Anomi David Emile Durkheim, pencetus sosiologi modern asal Prancis.

Dalam penerapan teori itu, Alvi sebagai pelaku mengalami kondisi anomi atau normlessness. Artinya pelaku kehilangan norma dan moral yang semestinya dimiliki setiap individu secara kolektif. Tanpa banyak kompromi, pelaku langsung menghabisi nyawa korbannya.

Usai menghabisi nyawa Tiara, lanjut Fauzy, Alvi mengalami tekanan psikologis yang sangat hebat. Ia juga mengalami syok, stres berat sehingga tega melakukan dehumanisasi atau perbuatan tidak manusiawi berupa mutilasi terhadap korbannya. Konsep dengan pendapat Philip Zimbardo dan Herbert Kelman.

"Dalam kasus ini secara sadar atau tidak, pelaku menghilangkan rasa kemanusiannya. Nilai moral dan agama hilang pada dirinya. Sehingga pelaku secara sadis memperlakukan korbannya sedemikian rupa untuk menghilangkan barang bukti," pungkas Fauzy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Whisnu M)