Kerja Sama Rupiah-Yuan Jadi Langkah Baru Indonesia Jaga Stabilitas Ekonomi

Ilustrasi. Foto: Xinhua/Agung Kuncahya B.

Kerja Sama Rupiah-Yuan Jadi Langkah Baru Indonesia Jaga Stabilitas Ekonomi

Husen Miftahudin • 6 June 2025 14:58

Jakarta: Sebagai salah satu mitra dagang terbesar Tiongkok di kawasan ASEAN, dengan nilai perdagangan bilateral yang mencapai USD147,80 miliar pada 2024 (naik 6,1 persen dibanding tahun sebelumnya), Indonesia semakin memperkuat hubungan strategisnya dengan Negeri Tirai Bambu.

Dalam kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang, menjelang KTT ASEAN-GCC-Tiongkok, kedua negara menandatangani empat nota kesepahaman (MoU) baru, yang paling penting adalah peningkatan kerja sama Local Currency Settlement (LCS) antara Bank Indonesia (BI) dan People's Bank of China (PBOC).

EBC Financial Group (EBC) menyoroti bagaimana MoU keuangan ini menjadi titik balik dalam ketahanan ekonomi Indonesia serta mencerminkan pergeseran strategis dalam aliansi negara-negara pasar berkembang (emerging markets).

"Kesepakatan bilateral yang ditandatangani pada 25 Mei 2025 menjadi landasan kuat bagi keterlibatan Indonesia yang lebih dalam dengan Tiongkok di berbagai sektor ekonomi, secara langsung mendukung kerangka kerja Local Currency Settlement (LCS)," ungkap EBC dalam laporan analisisnya, dikutip Jumat, 6 Juni 2025.

Di sektor perdagangan dan pariwisata, Indonesia menargetkan hampir dua juta wisatawan Tiongkok pada 2025, didukung oleh kebijakan visa yang lebih mudah dan sistem pembayaran yang ditingkatkan.

Ekspansi pariwisata ini sejalan dengan pengembangan rantai pasok strategis, termasuk komitmen investasi senilai USD5 miliar untuk pembangunan twin industrial park yang menghubungkan Provinsi Fujian dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batang, serta diperkirakan menciptakan lebih dari 100 ribu lapangan kerja.
 

Baca juga: Indonesia-Tiongkok Teken Sejumlah Kerja Sama di Sektor Strategis
 

Kedaulatan finansial


EBC menilai, perjanjian antara BI dan PBOC akan memperluas penggunaan langsung mata uang rupiah dan yuan, tak hanya untuk transaksi perdagangan, tapi juga untuk transaksi rekening modal.

Kesepakatan ini membawa tiga keuntungan strategis bagi Indonesia. Pertama, perjanjian ini menciptakan perisai perdagangan yang kuat, dengan perdagangan bilateral mencapai USD147,80 miliar pada 2024 yang menghasilkan peningkatan 6,1 persen (yoy) dan diproyeksikan akan melampaui USD160 miliar pada 2025 karena Indonesia memperkuat peringkatnya sebagai salah satu mitra ASEAN terbesar bagi Tiongkok, di antara Vietnam dan Malaysia.

"Kerangka kerja LCS menghilangkan konversi USD yang mahal bagi eksportir komoditas utama Indonesia, seperti minyak sawit dan nikel," papar EBC.
 
Kedua, perjanjian ini memberi BI penyangga pemotongan suku bunga yang lebih baik dengan memanfaatkan 5,3 persen cadangan yang sudah dimiliki dalam uuan, bank sentral mendapatkan lebih banyak fleksibilitas untuk melonggarkan kebijakan tanpa mengganggu stabilitas rupiah.

Terakhir, terobosan ini membuka inisiatif strategis BRICS+, memberikan Indonesia akses ke pendanaan Bank Pembangunan Baru (NDB) yang dapat mempercepat agenda infrastruktur ambisius Presiden Prabowo Subianto senilai USD20 miliar sambil mengurangi ketergantungan pada utang dalam denominasi dolar.

"Ini bukan sekadar pemotongan biaya transaksi, ini adalah kalibrasi ulang DNA keuangan Indonesia. Dengan mengaktifkan arus perdagangan dan investasi yang didukung Yuan, BI membangun lindung nilai terhadap guncangan kebijakan Fed," papar CEO EBC Financial Group David Barrett.


(Ilustrasi bendera Indonesia-Tiongkok. Foto: disperindag.jatimprov.go.id)
 

Langkah baru ASEAN


EBC mengungkapkan, kerja sama mata uang antara Indonesia dan Tiongkok tak berdiri sendiri. Di balik langkah ini, ada arus kuat yang tengah menggiring kawasan ASEAN menuju integrasi ekonomi yang lebih dalam dan mandiri.

Perdagangan Tiongkok-ASEAN sepanjang Januari hingga April 2025 tercatat menembus 2,38 triliun yuan, setara sekitar USD330 miliar, naik 9,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Ini menjadi bukti konkret kerja sama ekonomi kawasan tak sekadar bertahan, tapi berkembang pesat.

"Kesepakatan pembaruan dalam kerangka CAFTA 3.0 (China-ASEAN Free Trade Area) memperluas cakupan kerja sama ke sektor ekonomi digital dan hijau, dua poros pertumbuhan baru yang jadi andalan masa depan," jelas EBC.

Di saat dunia dilanda ketidakpastian, ASEAN membentangkan jalur baru perdagangan dan investasi yang lebih tahan guncang. Pertemuan ASEAN-GCC-Tiongkok di Kuala Lumpur pun menambah bobot arah baru ini. Meski tak secara gamblang menyebut 'pasca-dolar', langkah-langkah yang diambil menunjukkan upaya kolektif merintis ekosistem keuangan yang lebih tangguh dan terdiversifikasi.

"Indonesia tengah membangun cetak biru diversifikasi moneter. Mata uang lokal (LCS) bukan sekadar kerja sama teknis, tapi jalan baru bagi negara berkembang untuk keluar dari ketergantungan pada satu mata uang global," terang EBC.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)