M Sholahadhin Azhar • 16 March 2025 18:19
Jakarta: Isu pelemahan kewenangan Kejaksaan, dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), disorot. Yakni, dalam Pasal 6 ayat 1 RKUHAP.
"Kewenangan yang berlaku saat ini (ius constitutum) yang memberikan kewenangan penyidikan kepada kejaksaan, terutama dalam tindak pidana korupsi, sudah tepat," kata praktisi hukum Irfan Aghasar, dalam keterangan tertulis, Minggu, 16 Maret 2025.
Menurut dia, dalam Pasal 6 Ayat 1 RKUHP, kewenangan penyidikan Kejaksaan dibatasi. Yakni, pada pada penyidikan pelanggaran HAM Berat.
Sementara itu, kata dia, penyidikan dalam perkara lain terutama dalam perkara tindak pidana korupsi dihilangkan. Irfan menyebut hal itu tak sesuai.
"Pasal 6 ayat (1) RKUHAP bukan lah hukum yang dicita-citakan (
ius constituendum)," kata dia.
Irfan Aghasar berpandangan bahwa tidak ada alasan yang rasional dalam mencabut kewenangan penyidikan kejaksaan. Terutama, dalam tindak pidana korupsi.
"Karena selama ini prestasi kejaksaan sangat bagus dalam pemberatasan tindak pidana korupsi di Indonesia," tegas dia.
Tolak ukur prestasi tersebut, dikatakan Irfan, bisa dilihat dalam beberapa rangkaian kasus besar yang diungkap Kejaksaan. Antara lain, dugaan korupsi Pertamina yang merugikan keuangan negara hingga Rp968,5 triliun.
Kemudian, korupsi PT Timah yang merugikan keuangan negara hingga sebesar Rp300 triliun. Selanjutnya, kasus korupsi BLBI yang merugikan keuangan negara hingga Rp138 triliun.
Kasus lain, yakni kasus korupsi Duta Palma yang merugikan keuangan negara Rp78 triliun. Kemudian, kasus korupsi PT TPPI yang merugikan keuangan negara Rp37 triliun dan kasus korupsi PT Asabri yang merugikan keuangan negara hingga 22 trilun.
Sehingga, kata dia, isu pencabutan keweangan penyidikan kejaksaan merupakan pelemahan institusi kejaksaan. Khususnya dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Dan karenanya demi tegaknya keadilan haruslah ditolak," tegas Irfan.