Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro. Medcom.id/Siti Yona
Siti Yona Hukmana • 2 August 2023 10:18
Jakarta: Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri belum melakukan penahanan terhadap tersangka kasus penistaan agama, Panji Gumilang. Penetapan tempat penahanan dilakukan setelah 1x24 jam.
"Kan belum ada surat perintah penahanan yang ada baru penangkapan, disitu penyidik mempunyai kewenangan 1x24 jam, ya kita lihat nanti jam 21.00 WIB (di mana penahanan)," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Rabu, 2 Agustus 2023.
Djuhandhani mengatakan Panji Gumilang menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pukul 21.15 WIB, Selasa, 1 Agustus 2023. Kemudian, pukul 01.00 WIB, Rabu, 2 Agustus 2023, Panji meminta pemeriksaan dihentikan sementara.
"Yang bersangkutan meminta dilanjut pemeriksaan di siang ini, selanjutnya yang bersangkutan dititip di tahanan Bareskrim," ujar Djuhandhani.
Panji Gumilang menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam proses penyidikan dari pukul 15.00-19.30 WIB, Selasa, 1 Agustus 2023. Setelah itu, penyidik menggelar perkara bersama Divisi Propam Polri, Itwasum, Divisi Hukum, hingga Wassidik Polri.
"Hasil gelar perkara, semua mengatakan sepakat untuk menaikkan (status) saudara PG sebagai tersangka," kata Djuhandhani di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 1 Agustus 2023.
Kemudian, polisi menerbitkan surat perintah penetapan tersangka dan penangkapan. Panji Gumilang lanjut menjalani pemeriksaan sebagai tersangka mulai pukul 21.15, Selasa, 1 Agustus 2023.
Panji dijerat tiga pasal. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.