Pakar muda hubungan internasional dan Pendiri Indonesia Strategic Forum, Khairi Fuadi. (tangkapan layar)
Siti Yona Hukmana • 3 November 2024 12:31
Jakarta: Peringatan keras Iran terhadap Israel buntut serangan mematikan pada 26 Oktober 2024 menyita perhatian dunia, termasuk Indonesia. Namun, respons keras Iran pada Kamis, 31 Oktober 2024 itu dipandang hanya agar terlihat kuat, tapi ogah untuk berperang.
"Memang Iran sempat konferensi pers bahwa mereka bersumpah lah akan melakukan serangan balik dan saya rasa ini memang perlu dilakukan oleh Iran. Konferensi persnya perlu, untuk apa? untuk memfasilitasi gejolak emosi publik domestik di Iran ketika itu. Ketika pemimpin Iran dalam bahasa mereka kan syahid, maka mereka harus memberikan reaksi yang keras juga," kata pakar muda hubungan internasional dan Pendiri Indonesia Strategic Forum, Khairi Fuadi dalam program Crosscheck Medcom.id, Minggu, 3 November 2024.
Namun, Fuadi menyebut proses pengambilan keputusan dalam politik luar negeri itu berlapis-lapis. Menurutnya, harus ada semacam pertimbangan-pertimbangan rasional, kalkulasi ekonomi politik, dan lain sebagainya hingga sampai pada perang.
"Sebenarnya yang saya rasa hari ini ya, Iran sudah sampai pada tahap dewasa dalam decision making process yang mereka lakukan ya, dan tidak melakukan serangan balik kepada Israel itu. Tapi, konferensi pers itu hanya sekedar meredam emosi saja," ujar Fuadi.
Fuadi menuturkan dalam peperangan Iran juga akan mengalami kerugian. Maka itu, Iran disebut tengah mengkalkulasikan aliansi Israel atau sosok pendukung Israel. Menurutnya, kini Iran tengah menahan diri namun tidak berdiam diri.
"Iran kan sudah sesumbar juga bahwa menyiapkan rudal, segala sesuatunya untuk menyerang balik itu, segala sesuatu untuk melakukan balik kepada Israel," ungkapnya.
Baca:
Panas! Iran-Israel Saling Lempar Kecaman di Pertemuan DK PBB |