Kondisi Kota Tua. Foto: MTVN/Nur Azizah.
Lukman Diah Sari • 8 December 2025 08:49
Jakarta: Tepat 83 tahun lalu merupakan salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia, khususnya Jakarta. Pada 8 Desember 1942, Pemerintah Militer Jepang secara resmi mengganti nama Batavia menjadi Djakarta Tokubetsu Shi.
Perubahan nama ini terjadi setelah Jepang menaklukkan Hindia Belanda pada 1942. Batavia selama berabad-abad menjadi pusat kekuasaan VOC dan administrasi kolonial Belanda dianggap sebagai simbol kuat kolonialisme Eropa.
Namun, Jepang kemudian menerapkan kebijakan de-Nederlandisasi, yaitu menghapus seluruh pengaruh Belanda di berbagai sektor, termasuk penamaan kota.

Keindahan lanskap bangunan tua yang berdampingan dengan taman Kali Besar kawasan Kota Tua, Jakarta. Foto: MI/Pius Erlangga
Melansir laman resmi Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Jepang mengusulkan nama Djakarta Tokubetsu Shi, istilah Jepang yang kerap dimaknai sebagai “Jauhkan Perbedaan.” Nama tersebut resmi disahkan saat peringatan Hari Perang Asia Timur Raya pada 8 Desember 1942, bertepatan dengan perayaan kemenangan Jepang atas Sekutu di kawasan Asia.
Selanjutnya, melansir
Tirto dan
Tempo, mencatat bahwa Jepang berupaya menghapus pengaruh budaya Belanda dan menggantikannya dengan identitas lokal maupun Jepang. Sejarawan Lasmijah Hardi dalam buku Jakartaku, Jakartamu, Jakarta Kita (1987) menjelaskan bahwa penggunaan nama “Djakarta” merupakan ejaan baru dari
Djajakarta atau
Jayakarta, nama lama yang pernah digunakan sebelum era VOC.
Kawasan Kota Tua Jakarta. Foto: Antara/Wahyu Putro A
Penetapan status kota ini diatur melalui
Osamu Seirei Nomor 16, undang-undang yang mulai berlaku pada 8 Desember 1942. Pendudukan Jepang juga membuat nama Djakarta semakin populer dalam kehidupan sehari-hari.
Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta), yang kini menjadi kawasan Monas, menjadi salah satu contoh penggunaan nama tersebut. Bahkan dalam naskah Proklamasi 17 Agustus 1945, kota peristiwa perumusan naskah tertulis sebagai “Djakarta.”
Kawasan Monas. Foto: dok MI/Adam Dwi.
Melansir
VOI, sebelumnya Batavia dikenal sebagai kota metropolitan paling maju di Nusantara. Di kota itu berkembang pusat perdagangan VOC, permukiman orang Eropa, perkumpulan komunitas Belanda, dan berbagai bangunan bergaya Eropa yang menunjukkan kuatnya dominasi kolonial.
Namun, semua simbol tersebut mulai hilang ketika Jepang mengambil alih dan menggantinya dengan identitas baru yang dianggap lebih dekat dengan kaum bumiputra. Kembalinya nama Jakarta pada 1942 disambut positif oleh banyak warga lokal karena dianggap sebagai upaya melepaskan diri dari simbol kolonial Belanda.