Praktisi Alexander Minta Pemerintah Selamatkan Buruh PT Sritex

Praktisi Kepailitan, Alexander Waas. Dokumentasi/ istimewa

Praktisi Alexander Minta Pemerintah Selamatkan Buruh PT Sritex

Deny Irwanto • 5 March 2025 21:53

Jakarta: PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tengah menjadi sorotan masyarakat karena pemutusan kontrak kerja (PHK) massal buruhnya yang mencapai 10.966 orang.

Praktisi Kepailitan, Alexander Waas, mengatakan pemerintah tidak boleh mengabaikan mekanisme kepailitan seperti diatur dalam UU 37/2004 Kementerian BUMN dalam hal ini dapat menjadi instrumen untuk mengambil alih aset PT Sritex (Dalam Pailit) melalui proses pemberesan aset pailit yang dilakukan oleh Kurator PT Sritex (Dalam Pailit).

"Dalam hal ini negara melalui kementerian BUMN dapat mengambil peranan, fokus utamanya adalah menyelamatkan nasib buruh dan pekerjanya, bukan menyelamatkan PT Sritex (Dalam Pailit)," kata Alexander Waas dalam keterangan pers, Rabu, 5 Maret 2025.


Karyawan PT Sritex pulang kerja di hari terakhir operasional. Metrotvnews.com/ Triawati Prihatsari.

Alexander menjelaskan BUMN dapat menjalankan bisnis serupa dengan entitas lain untuk menyelamatkan nasib buruh PT Sritex (Dalam Pailit) dengan mempekerjakan mereka kembali. 
 

Baca: Pemerintah Didorong Beri Perhatian Lebih ke Industri Tekstil
 
"Negara harus cermat dan berhati-hati, karena Kepailitan Sritex murni kegagalan bisnis dimana PT Sritex tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian perdamaian yang mereka ajukan di dalam proses PKPU sebelumnya," jelasnya.

Menurut Alexander hasil dari pemberesan dan penjualan aset pailit juga adalah untuk membayar utang seluruh kreditor PT Sritex (Dalam Pailit) secara proporsional.

"Kita tidak ingin air mata buruh diperalat untuk kepentingan segelintir orang untuk mencari keuntungan, oleh karena itu Negara harus cermat dan berhati-hati. Kan gak lucu, Debitor yang tidak kompeten mengelola utang piutangnya, kok Negara yang harus tanggung jawab," ungkapnya.

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) telah resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024. Kepailitan ini disebabkan oleh utang yang sangat besar, yaitu sekitar USD1,6 miliar atau Rp24,66 triliun yang melebihi nilai aset perusahaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)