Wang Hongquanxing, influencer asal Tiongkok yang hobi flexing. (Douyin)
Riza Aslam Khaeron • 11 September 2025 19:19
Jakarta: Flexing adalah perilaku memamerkan kekayaan atau menampilkan gaya hidup mewah secara mencolok, khususnya di media sosial. Tindakan ini sering kali bertujuan menunjukkan status sosial dan superioritas ekonomi, meskipun tidak selalu mencerminkan kondisi finansial yang sebenarnya.
Fenomena ini menjadi sorotan publik setelah demonstrasi besar-besaran bulan Agustus lalu. Ahmad Dhani baru-baru ini mengusulkan agar DPR RI membahas Undang-Undang Anti-Flexing.
Dalam pernyataannya, Dhani mengungkap bahwa gagasan tersebut terinspirasi dari kebijakan yang telah diterapkan di Tiongkok, yang menurutnya lebih dahulu menjalankan regulasi serupa.
"Saya tadi mengusulkan kepada pimpinan, Bang Dasco, bahwa harus ada undang-undang anti-flexing seperti di China dan Bang Dasco setuju," ujar Dhani pada 8 September 2025, usai pertemuan Fraksi Gerindra di Kertanegara.
Lantas, bagaimana sebenarnya bentuk regulasi anti-flexing di Tiongkok dan sejauh mana penerapannya dilakukan oleh pemerintah? Berikut penjelasannya.
Hukum Anti-Flexing di Tiongkok
Tiongkok memang tidak memiliki undang-undang yang secara eksplisit berjudul "UU Anti-Flexing". Namun, negara tersebut memiliki seperangkat kebijakan administratif yang secara langsung mengatur dan menindak konten digital yang menampilkan gaya hidup mewah atau pamer kekayaan (
xuanfu).
Salah satu dasar hukumnya adalah Peraturan Tata Kelola Ekosistem Konten Informasi
Online, yang mulai berlaku sejak 1 Maret 2020. Regulasi ini mewajibkan platform digital untuk menghapus konten yang dianggap bertentangan dengan norma sosial dan moral publik.
Penegakan kebijakan ini dilakukan oleh Cyberspace Administration of China (CAC), lembaga negara yang bertanggung jawab dalam mengatur konten digital dan keamanan siber. Namun, larangan terhadap
flexing dimulai CAC dengan kampanye Qinglang·2024 pada 29 Januari 2024.
Dalam kampanye ini, konten yang dianggap mempromosikan flexing menjadi salah satu sasaran utama, khususnya yang menampilkan kemewahan berlebihan, pemborosan, dan gaya hidup konsumtif yang tidak sejalan dengan nilai-nilai sosial
Tiongkok.
Kampanye ini kemudian diperluas melalui pemberitahuan lanjutan dari CAC bertanggal 23 April 2024. Aksi lanjutan ini menargetkan akun-akun self-media yang sengaja membentuk citra sebagai individu kaya demi menarik perhatian dan keuntungan komersial.
Pemerintah menganggap praktik tersebut sebagai pelanggaran terhadap norma kepatutan umum (
gongxu liangsu), dan menginstruksikan platform untuk menindak tegas akun-akun tersebut.
Dengan model regulasi yang bersifat administratif dan keterlibatan langsung otoritas terhadap operasional platform digital, Tiongkok menjadi negara pertama yang menjalankan kebijakan anti-
flexing secara sistematis, luas, dan formal di tingkat nasional.
Aksi Penegakan UU-Flexing
Penindakan terhadap konten
flexing di
Tiongkok tidak berhenti pada tingkat kebijakan. Pada Mei 2024, platform-platform besar seperti Weibo, Douyin, Tencent, dan Xiaohongshu secara terbuka mengumumkan langkah-langkah konkret yang mereka ambil untuk menindak unggahan yang dinilai mempromosikan gaya hidup hedonis.
Melansir The Guardian, Weibo menyatakan bahwa mereka telah menjalankan operasi khusus untuk menghapus konten yang memuat “nilai-nilai yang tidak diinginkan”, termasuk unggahan yang memperlihatkan “pamer kekayaan dan pemujaan terhadap uang.”
Konten yang dihapus mencakup foto mobil mewah, rumah megah, hingga narasi tentang kebebasan hidup karena menjadi orang kaya.
Berikut jumlah unggahan dan akun yang diblokir atas tindakan
flexing:
- Douyin menghapus 4.701 unggahan dan 11 akun hanya dalam rentang waktu 1 hingga 7 Mei 2024.
- Xiaohongshu menghapus 4.273 unggahan dan menutup 383 akun dalam dua minggu terakhir periode yang sama.
- Weibo sendiri mengklaim telah menghapus lebih dari 1.100 unggahan terkait.
Kasus yang paling mencolok adalah pemblokiran akun milik Wang Hongquanxing, seorang
influencer yang dikenal dengan julukan “Kim Kardashian-nya Tiongkok.”
Wang secara terbuka mengklaim bahwa ia tidak pernah keluar rumah tanpa mengenakan pakaian, perhiasan, dan aksesori yang nilainya di bawah 10 juta yuan (sekitar Rp22 miliar).
Melansir the Economist pada Mei 2024, media pemerintah melaporkan bahwa akun Wang telah diblokir dari seluruh
platform media sosial utama di Tiongkok, bersama dengan puluhan
influencer lainnya yang terlibat dalam praktik serupa.
Mereka mendorong pengguna untuk membagikan konten yang “bernilai positif, jujur, dan membangun.”