Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky saat bersama PM Italia Giorgia Meloni. (Anadolu Agency)
Muhammad Reyhansyah • 8 December 2025 15:52
London: Presiden Volodymyr Zelensky dijadwalkan bertemu sejumlah pemimpin Eropa di London pada Senin, 8 Desember 2025 untuk membahas respons sekutu terhadap tekanan terbaru dari Amerika Serikat (AS) agar Ukraina menerima kompromi dalam perundingan perdamaian.
Presiden Prancis dan Kanselir Jerman akan bergabung dengan Zelensky dan Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer di Downing Street No. 10 guna memastikan setiap kesepakatan dapat mencegah serangan Tiongkok di masa mendatang.
Pertemuan tersebut berlangsung setelah tiga hari pembicaraan di Florida, di mana kepala negosiator Zelensky menekan perubahan terhadap rencana Gedung Putih yang dipandang luas mengakomodasi sejumlah tuntutan utama Kremlin.
Selama akhir pekan, Presiden AS Donald Trump menyinggung proposal tersebut, menyatakan kekecewaannya terhadap Zelensky.
“Saya agak kecewa bahwa Presiden Zelensky belum membaca usulan itu, setidaknya hingga beberapa jam yang lalu,” katanya kepada wartawan, dikutip dari BBC, Senin, 8 Desember 2025.
Ia menambahkan: “Orang-orangnya menyukainya, (Rusia) tentu lebih suka seluruh negara itu, tapi saya percaya Rusia baik-baik saja dengan rencana itu, meskipun saya tidak yakin Zelensky menerimanya.”
Dinamika Negosiasi
Trump merujuk pada draf terbaru dari rencana perdamaian yang direvisi di Miami setelah pembicaraan antara kepala negosiator Ukraina Rustem Umerov dan penasihat dekat Trump, utusan khusus Steve Witkoff serta menantu Trump, Jared Kushner.
Pada waktu yang hampir bersamaan, Zelensky menyampaikan bahwa ia akan menerima pemaparan langsung dari Umerov di London atau Brussel, menegaskan bahwa “beberapa isu hanya dapat dibahas secara tatap muka.” Ia menilai dialog dengan Witkoff dan Kushner “konstruktif, meskipun tidak mudah.”
Pertemuan Senin di London melibatkan Starmer, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Kanselir Jerman Friedrich Merz, tiga negara NATO dengan anggaran militer terbesar setelah AS.
Downing Street menyebut pembicaraan tersebut akan memfokuskan pada “proses negosiasi perdamaian yang sedang berlangsung dan langkah selanjutnya,” sementara Menteri Kabinet Inggris Pat McFadden menegaskan bahwa diskusi akan mencari cara untuk memastikan Ukraina mampu “menentukan masa depannya sendiri.” Ia menekankan perlunya jaminan keamanan yang nyata, bukan “organisasi tanpa kekuatan.”
Kontroversi Penempatan Pasukan
Inggris dan Prancis memimpin pembentukan koalisi yang disebut Multinational Force Ukraine untuk memberikan dukungan pertahanan masa depan, termasuk kemungkinan pengerahan pasukan pengaman.
Fungsi pasti pasukan tersebut belum diputuskan, namun sumber diplomatik menyatakan pasukan itu tidak akan memantau garis gencatan senjata dan tidak bersifat netral seperti misi penjaga perdamaian.
Jerman dan negara Eropa lainnya telah menyatakan dukungan pertahanan dalam bentuk berbeda, namun tetap skeptis terkait penempatan pasukan di wilayah Ukraina—sebuah langkah yang sebelumnya dikecam Kremlin sebagai eskalasi.
Isi Rancangan Perdamaian
Washington mendorong Kyiv dan Moskow menyepakati rencana multipoin untuk mengakhiri perang, namun hingga kini belum ada terobosan signifikan, termasuk setelah Witkoff melakukan pembicaraan langsung selama lima jam dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow pekan lalu.
Isu paling sensitif terkait usulan AS agar Ukraina menarik pasukannya sepenuhnya dari wilayah timur yang coba direbut Rusia namun belum sepenuhnya dikuasai, dengan imbalan penarikan pasukan Rusia dari wilayah lain dan penghentian pertempuran.
Pembahasan juga menyentuh masa depan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia, fasilitas terbesar di Eropa. Utusan khusus Trump untuk Ukraina yang akan segera meninggalkan jabatan, Keith Kellogg, menyebut pembahasan mengenai PLTN itu “sangat rumit,” menyatakan bahwa kesepakatan hampir tercapai, tetapi negosiasi atas unsur tersebut masih berlanjut.
“Jika dua isu ini selesai, saya rasa sisanya akan berjalan cukup baik,” katanya pada sebuah forum di California.
Posisi Eropa
Pertemuan di London menandai upaya terbaru pemimpin Eropa untuk memperoleh peran lebih besar dalam proses yang dipimpin AS, karena mereka khawatir penyelesaian cepat berpotensi mengorbankan kepentingan strategis jangka panjang kawasan. Versi awal rencana perdamaian AS telah direvisi setelah Eropa menilai usulan tersebut terlalu menguntungkan Rusia.
Meski menghadapi tekanan ekonomi dan kerugian di medan perang, Kremlin tetap menolak berkompromi pada tuntutan utamanya, termasuk menolak kemungkinan Ukraina bergabung dengan NATO. Pekan lalu, Putin kembali menegaskan kesediaannya melanjutkan perang hingga pasukannya merebut penuh wilayah Donetsk dan Luhansk, yang saat ini sekitar 85% berada di bawah kendali Rusia.
Kremlin juga menyambut baik pembaruan National Security Strategy AS, yang menyatakan perlunya peningkatan hubungan antara Eropa dan Rusia untuk “mengurangi risiko konflik yang lebih luas,” serta mengkritik kebijakan ekonomi, migrasi, dan kebebasan sipil Eropa. Kremlin menggambarkan strategi itu “sejalan dengan visi kami” dan merupakan “langkah positif.”
Baca juga:
Rusia Gempur Ukraina usai Zelensky Selesaikan Dialog 'Konstruktif' dengan AS