Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Rycko Amelza Dahniel. Medcom.id/Siti Yona
Siti Yona Hukmana • 20 February 2024 19:57
Jakarta: Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Rycko Amelza Dahniel membeberkan tantangan yang dihadapi dalam menghadapi kasus terorisme pada 2024. Hal ini disampaikan Rycko dalam rapat kerja nasional (rakernas) yang dihadiri sejumlah aparatur pemerintah di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Februari 2024.
"Beberapa tantangan yang masih dihadapi antara lain kewajiban pemerintah memberikan deradikalisasi pada napiter (narapidana terorisme), mantan napiter dan orang terpapar, tidak diikuti dengan regulasi kewajiban kelompok ini untuk menerima program deradikalisasi," kata Rycko, Selasa, 20 Februari 2024.
Dia mengatakan hukuman untuk pelaku teror juga masih berorientasi secara fisik. Hukuman itu sama dengan kejahatan umum. Padahal, kata mantan Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri ini, kejahatan teror harus direhabilitasi cara berpikirnya, harus diperbaiki mindsetnya.
Selain itu, masih belum ada perbedaan berat hukuman para napiter antara ideolog, rekruter, bomber, dan simpatisan.
"Kita juga masih dihadapkan pada tantangan untuk melakukan repatriasi WNI di luar negeri yang terasosiasi dengan Foreign Terrorist Fighters (FTF), yang berada di zona konflik pada aktor yang bukan negara," ungkap jenderal polisi bintang tiga itu.
Tantangan lainnya yang dihadapi adalah penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurut Rycko, regulasi ini memberikan amanat baru bagi pengembangan tugas dan fungsi BNPT yang lebih luas.
"Sehingga, tidak sesuai lagi saat ini dan belum terakomodir dalam Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) BNPT yang ada saat ini," beber Rycko.
Baca Juga:
Kepala BNPT Sebut Sel-sel Terorisme Semakin Kuat |