Begini Kronologi Kasus Dugaan Rudapaksa oleh Pemuda Tunadaksa di Mataram

Kasus dugaan pemerkosaan oleh pria penyandang disabilitas di Mataram. Metro TV

Begini Kronologi Kasus Dugaan Rudapaksa oleh Pemuda Tunadaksa di Mataram

Whisnu Mardiansyah • 2 December 2024 11:42

Mataram: Seorang pemuda tunadaksa yang tidak memiliki dua tangan di Nusa Tenggara Barat (NTB) ditetapkan Direktur Reserse Kriminal Umum Subdit IV Unit Remaja, Anak, dan Wanita Polda Nusa Tenggara Barat sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan.
 
Pemuda berinisial I, 21, telah ditetapkan tersangka atas dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi. Ditemui di rumahnya I alias A mempertanyakan alasan dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Pasalnya, kondisi fisiknya tidak memungkinkan melakukan pemerkosaan.

Bahkan dia mengaku untuk membuka baju masih dibantu oleh ibunya. Meski telah menyandang sebagai tersangka, namun Polda NTB memberlakukan tahanan rumah dan mengharuskan tersangka untuk berada di rumah selama 20 hari ke depan karena kondisi pelaku.
 
“Pak Presiden bantu kasus saya ini, yang dituduhkan saya memperkosa atau kekerasan seksual, bagaimana saya melakukan hal begitu keji sedangkan saya tidak punya tangan. Saya tidak bisa mau buka baju buka celana itu dibantu sama orang tua semuanya. Saya dituduh dengan memperkosa sampai saya dijadikan tahanan,” tutur I alias A. 
 

Baca: Polisi Tetapkan Sejumlah Saksi & 2 Alat Bukti pada Kasus Perkosaan oleh Tunadaksa

Polda NTB memastikan melakukan serangkaian proses penyelidikan. Di antaranya menetapkan sejumlah saksi dan telah melakukan memiliki dua alat bukti. Dari bukti-bukti tersebut, polisi mengatakan tersangka menggunakan kedua kakinya untuk melancarkan aksinya pada Sabtu, 7 Oktober 2024 di sebuah homestay di Kota Mataram. Selain itu, polisi juga memegang hasil visum korban. Polisi menyebut korban mengalami syok atau ketakutan.

“Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di mana unsur pasalnya bahwa tidak mensyaratkan secara tegas tidak harus mensyaratkan adanya unsur paksaan atau kekerasan. Tetapi Pasal 6C itu ketika ada suatu tindakan, ada suatu kegiatan, ataupun dapat diartikan ada suatu prabawa yang muncul yang dibuat sehingga seseorang tergerak untuk melakukan, sehingga terjadi peristiwa persuguhan itu masuk dalam kategori unsur Pasal 6C Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” kata Kasubdit IV Renakta Polda NTB AKBP Ni Made Pudjawati, Senin, 2 Desember 2024.
 
“Itu yang kemudian mendasari kita menerapkan atau mempersangkakan yang bersangkutan. Karena kemudian ada unsur menekan suatu kondisi yang kemudian merasa takut sehingga tidak bisa kuasa untuk menolak keinginan yang bersangkutan,” kata AKBP Ni Made. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Whisnu M)