Ilustrasi. Foto: Medcom
Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP) mencopot Profesor Marsudi Wahyu Kisworo dari jabatannya sebagai rektor Universitas Pancasila (UP). Pencopotan itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Ketua Pembina YPP-UP nomor:04/KEP/KA.PEMB/YPP-UP/IV/2025 yang ditandatangani Ir. Suswono Yudo Husodo pada 24 April 2025.
“Memutuskan, menetapkan memberhentikan Prof. Dr. lr. Marsudi Wahyu Kisworo dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pancasila terhitung 30 April 2025,” demikian isi SK yang diterima, dikutip Senin, 28 April 2025.
Sementara itu, Biro Komunikasi Universitas Pancasila menjelaskan, SK pemberhentian ini dikeluarkan Yayasan tanpa didahului komunikasi dengan Marsudi maupun dengan pihak internal universitas. Yakni, Senat Universitas Pancasila, Wakil Rektor, Direktur, serta jajaran.
Menurutnya, dialog yang terbuka dan musyawarah yang inklusif seharusnya menjadi landasan utama dalam membangun tata kelola yang baik. Ia menyebut saat ini seluruh pimpinan di tingkat universitas sedang berkoordinasi secara intens untuk menyikapi situasi yang terjadi.
"Dan memastikan kelangsungan operasional kampus tetap berjalan dengan baik," katanya dalam keterangan resmi Biro Komunikasi Universitas Pancasila.
Di sisi lain, Marsudi menduga pemberhentiannya dari rektor UP sarat kaitannya dengan kasus kekerasan seksual eks Rektor UP Edie Toet Hendratno. Marsudi menyebut, terjadi tekanan dan intimidasi terhadap beberapa pejabat UP yang aktif melakukan advokasi kepada korban pelecehan seksual.
Selain itu, ia menduga pemberhentian ini terkait dengan penolakannya untuk mengaktifkan kembali Edie sebagai dosen di UP. Dia mengaku penolakan tersebut menambah intimidasi kepadanya.
“Sehingga pernah ada ucapan yang saya anggap sebagai ancaman baik lisan maupun via WA dari oknum YPP-UP bahwa yayasan dapat mengevaluasi saya karena tidak patuh kepada perintah yayasan,” kata Marsudi saat dihubungi.
Selain ancaman, Marsudi menyebut ada aktivitas-aktivitas YPP-UP diduga untuk menggulingkannya dari jabatan rektor. Caranya, menghasut dan pendekatan kepada jajaran manajemen rektorat maupun pimpinan fakultas.
“Untuk mendiskreditkan saya dan dengan membuat evaluasi kinerja yang sangat tidak objektif dan sudah saya tanggapi,” ujar Marsudi.
Sesuai Statuta, evaluasi tersbeut seharusnya tugas Senat UP. Namun, Senat UP tidak dilibatkan. Hal itu membuat Marsudi tidak terima atas evaluasi kinerja ini.
Selain itu, Direktur SDM disebut juga mendapatkan intimidasi untuk memindahkan korban. Hal ini seperti yang dilaporkan dalam pertemuan dengan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III (LLDikti3) pada 17 April 2025.
“Kami sangat menyayangi UP, namun nampaknya ada oknum di yayasan yang bahkan sejak awal kasus ini dilaporkan selalu menghalangi. Kita semua tidak mau UP dirusak oleh oknum YPP-UP demi kepentingan pribadinya merusak masa depan UP dengan melakukan fitnah, disinformasi, dan intimidasi,” ujar dia.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menaikkan status kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang dilaporkan korban RZ dan DF terhadap Edie Toet ke tahap penyidikan. Artinya, polisi mengantongi unsur pidana dalam kasus yang menjerat mantan Rektor UP itu.
"Perkembangan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum rektor di sebuah universitas swasta, bahwa perkaranya sudah ditingkatkan ke penyidikan. Jadi kasus pelecehan itu sudah naik ke tingkat penyidikan ya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Jumat, 14 Juni 2024.