Polri Periksa 7 Saksi Kasus Pagar Laut, Pihak KKP hingga Pemda Banten

Pagar laut di Kabupaten Tangerang. Foto: Metrotvnews.com/Hendrik Simorangkir

Polri Periksa 7 Saksi Kasus Pagar Laut, Pihak KKP hingga Pemda Banten

Siti Yona Hukmana • 3 February 2025 20:47

Jakarta: Polri telah memeriksa tujuh saksi dalam kasus pemagaran laut di perairan Tangerang, Provinsi Banten. Saksi yang diperiksa mulai dari Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) Raden Lukman hingga Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Banten.

"Kami sudah memeriksa beberapa pihak, yaitu masyarakat pemohon hak, kemudian KJSB Raden Lukman, dari kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintahan daerah kabupaten Tangerang, serta Pemerintahan Daerah Provinsi Banten," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 3 Februari 2025.

Djuhandani memerinci ketujuh saksi itu ialah dari Inspektorat Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI, mantan Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Tangerang. Kemudian, dua orang panitia A, Kakantah Kabupaten Tangerang yang baru, Kasi Sengketa Kantah Kabupaten Tangerang, dan Kasi Penetapan Kantah Kabupaten Tangerang.

"Hasilnya ada tujuh yang kami periksa. Kami mengucapkan terima kasih ke Menteri ATR/BPN (Nusron Wahid) yang sudah mendukung sepenuhnya proses penyelidikan oleh Bareskrim Polri," ungkapnya.
 

Baca juga: Pemerintah Didesak Segera Proses Hukum Kasus Pagar Laut

Sebelumnya, Djuhandani mengaku telah menyelidiki kasus pagar laut pada awal Januari 2025. Bahkan, surat perintah dimulainya penyelidikan (SPDP) telah terbit pada 10 Januari 2025. Penyelidikan dilakukan atas perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. 

Djuhandani menyebut pihaknya saat ini tengah melakukan pengecekan. Kemudian, berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) hingga pihak kelurahan tempat terbitnya SHGB yang akhirnya dibatalkan.

Ia menyebut nanti Polri akan menggulirkan hasil penyelidikan guna melihat ada atau tidak perbuatan pelanggaran. Baik berupa pemalsuan dan lainnya yang menjadi dasar dalam proses penyelidikan. Seperti Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, 264 KUHP tentang Pemalsuan Akta Autentik, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Semoga kita bisa mengungkap apakah tindak pidana dalam hal ini yang kami duga terkait dugaan Pasal 263 KUHP, 264 KUHP, dan undang-undang pencucian uang," katanya Jumat, 31 Januari 2025. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)