Demi Ubah Nasib Petani Indonesia, Wamentan 'Contek' Ilmu Teknologi Pertanian Belanda

Wamentan Sudaryono (ketiga kiri) saat mengunjungi Wageningen University and Research (WUR) di Belanda. Foto: dok Kementan.

Demi Ubah Nasib Petani Indonesia, Wamentan 'Contek' Ilmu Teknologi Pertanian Belanda

Husen Miftahudin • 3 May 2025 21:46

Jakarta: Dalam upaya mempercepat transformasi pertanian nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap impor pangan, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono melakukan kunjungan strategis ke salah satu institusi riset pertanian terbaik dunia, Wageningen University and Research (WUR) di Belanda.

Didampingi Rektor IPB University Prof. Arif Satria, jajaran dari Kementerian Pertanian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, kunjungan ini menjadi bagian dari misi besar Pemerintah Indonesia untuk menjalin kolaborasi internasional di bidang riset dan teknologi pertanian.

"Kami berada di Wageningen University and Research, universitas terbaik dunia di bidang pertanian. Bersama Prof. Arif Satria dan tim, kami mencari solusi atas berbagai tantangan pangan dan pertanian di Indonesia," ujar Sudaryono saat kunjungan berlangsung, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu, 3 Mei 2025.

Sudaryono menegaskan, kunjungan ini untuk mengeksplorasi dan mengadopsi teknologi pertanian mutakhir yang relevan bagi kondisi Indonesia. Tujuannya jelas, untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi ketergantungan impor, dan meningkatkan kesejahteraan petani.

"Kita mencari solusi teknologi terbaik, mana yang bisa kita adopsi dan mana yang bisa kita kerjakan. Semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan petani kita dan meningkatkan produktivitas Pertanian nasional supaya kita tidak impor, dan saatnya kita harus perbanyak ekspor," ungkapnya. 

"Sehingga kita bisa segera mewujudkan swasembada pangan dan menjadi negara yang betul-betul berdaulat dalam bidang pangan," tambah Sudaryono menegaskan.
 

Baca juga: Nilai Tukar Petani April 2025 Turun 2,15%
 

Perlu terobosan teknologi demi pangkas impor pangan


Dalam dialog bersama para peneliti WUR, Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini juga menyoroti isu krusial terkait produktivitas kedelai, komoditas penting yang masih bergantung pada impor dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Indonesia tidak bisa terus bergantung pada kedelai impor. Kita butuh terobosan teknologi agar petani mampu memproduksi kedelai secara lebih efisien dan berdaya saing," ucap dia.

Dalam pertemuan tersebut, dibahas berbagai potensi kerja sama seperti pengembangan varietas kedelai unggul yang adaptif terhadap iklim tropis, pemanfaatan sistem pertanian presisi (precision farming) berbasis data dan kecerdasan buatan, model pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi input dan hasil panen, serta pertukaran peneliti dan pelatihan teknis bagi petani serta akademisi Indonesia.

"Kolaborasi ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal memperkuat sistem riset, inovasi, dan pendidikan pertanian di tanah air," sebut dia.

Wageningen University dikenal luas karena kepemimpinannya dalam bidang agroteknologi, bioteknologi, dan riset pertanian tropis. Indonesia berharap dapat memanfaatkan keunggulan tersebut untuk mempercepat pencapaian target swasembada pangan sekaligus membangun ekosistem pertanian modern yang berbasis sains dan teknologi.


(Ilustrasi petani dan ladang pertanian. Foto: dok MI)
 

Dorong pertanian Indonesia menjadi mandiri dan modern


Sudaryono menegaskan, Kementerian Pertanian membuka diri untuk semua bentuk inovasi dan kemitraan yang bisa mendorong pertanian Indonesia menjadi mandiri, modern, dan mendunia.

Selain itu, pemerintah kini juga fokus ke peningkatan produktivitas komoditas pertanian lainnya setelah keberhasilan mencatatkan surplus beras dan serapan gabah yang tinggi oleh Perum Bulog. Langkah ini merupakan bagian dari strategi memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya untuk komoditas pangan strategis seperti kedelai yang masih bergantung pada impor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi gabah nasional hingga April 2025 mencapai 13,95 juta ton, dengan surplus beras sekitar 2,8 hingga tiga juta ton dibandingkan konsumsi domestik yang hanya 10,37 juta ton. 

Perum Bulog sendiri telah menyerap lebih dari 1,3 juta ton setara beras hingga akhir April, meningkat signifikan sebesar 2.000 persen dibandingkan periode yang sama pada 2015. Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp6.500 per kg dan penghapusan rafaksi menjadi kunci lonjakan serapan ini.

Sudaryono, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Bulog menegaskan keberhasilan ini menjadi fondasi untuk memperluas fokus ke komoditas lain seperti kedelai. "Setelah beras surplus, kita harus pastikan komoditas strategis lain seperti kedelai juga mandiri. Ini bagian dari visi menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia," yakin dia.

Menurut Mas Dar, kunjungan ini menjadi simbol kuat kepada Pemerintah Indonesia yang tidak tinggal diam dalam menghadapi tantangan krisis pangan dan ketergantungan impor serta peningkatan kesejahteraan petani. 

"Seperti yang sedang kita lakukan saat ini dalam menuju swasembada beras, memberikan harga baik untuk pembelian hasil petani berupa kenaikan Harga Pembelian Pemerintah gabah kering panen, petani semakin termotivasi, hasil produksi juga semakin meningkat, dan stok cadangan beras pemerintah semakin kuat melalui Bulog" tutur Mas Dar.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)