Sidang MK ilustrasi. Foto: MI/Devi Harahap.
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menanggapi keterangan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait potensi pelanggaran dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal itu disampaikan dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan penjelasan Komnas HAM masih bersifat konseptual dan normatif, tanpa disertai contoh konkret yang bisa menjadi dasar analisis Mahkamah.
"Kami ingin meminta tambahan keterangan, terutama yang terkait dengan kasus-kasus konkret. Kalau tadi saya menyimak, apa yang disampaikan oleh Komnas HAM lebih banyak perspektifnya," ujar Arsul dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 7 Oktober 2025.
Arsul menegaskan Mahkamah tidak menilai kasus individual. Melainkan, memerlukan data faktual agar dapat menilai hubungan antara norma hukum dalam UU Cipta Kerja dan
pelanggaran HAM yang terjadi di lapangan.
"Dari kasus-kasus itu, MK bisa menarik cara berpikir induktif, persoalan itu ada di mana? Apakah ada di norma yang kabur, di pelaksanaannya, atau di keduanya," jelas Arsul.
Ia mencontohkan sejumlah PSN seperti pembangunan rumah sakit dan sarana umum di berbagai daerah juga termasuk dalam daftar proyek strategis. Dengan begitu, perlu dipilah secara objektif mana yang bermasalah dan mana yang tidak.
"Kita perlu gambaran yang komprehensif, supaya tidak muncul kesan semua PSN itu jelek dan melanggar HAM. Dari 77 PSN dalam periode 2025–2029, ada 29 yang baru dan 48 carry over. Nah, mana di antaranya yang bermasalah? Itu penting agar kita bisa menilai secara proporsional," ucap Arsul.
Ilustrasi sidang MK. Foto: MI/Devi Harahap.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyoroti kemungkinan bahwa akar persoalan PSN bukan hanya terletak pada pelaksanaan di lapangan, tetapi juga pada norma hukum dalam UU Cipta Kerja itu sendiri.
"PSN dalam implementasinya memang menimbulkan banyak masalah, termasuk dugaan pelanggaran HAM. Pertanyaannya, apakah permasalahan itu hanya di tataran implementasi, atau juga ada di pasal-pasal yang diatur dalam UU PSN?" ujar Guntur.
Ia menilai sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut berpotensi tidak konsisten atau tidak koheren dengan nilai-nilai yang diatur dalam konstitusi.
"Aturannya tidak konsisten dan tidak berkorespondensi dengan norma di atasnya. Kalau demikian, implementasinya tentu bisa menimbulkan persoalan di lapangan," lanjut Guntur.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Saurlin P Siagian memaparkan temuannya terkait 114 aduan dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan PSN selama tiga tahun terakhir. Kasus-kasus tersebut mencakup penggusuran paksa, kompensasi tidak layak, degradasi lingkungan, hingga kriminalisasi warga.
Sidang uji materi UU Cipta Kerja di MK ini diajukan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil yang menilai sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut mengandung kekaburan norma dan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan proyek pembangunan.