Ini Penjelasan Lengkap soal Perbedaan Angka Kemiskinan versi Bank Dunia dan BPS

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Ini Penjelasan Lengkap soal Perbedaan Angka Kemiskinan versi Bank Dunia dan BPS

Husen Miftahudin • 11 June 2025 16:50

Jakarta: Awal April 2025, Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook menyebutkan, pada 2024, lebih dari 60,3 persen penduduk Indonesia atau setara dengan 171,8 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan. Di sisi lain, data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa.

"Perbedaan angka ini memang terlihat cukup besar, namun penting untuk dipahami secara bijak, keduanya tidak saling bertentangan. Perbedaan muncul disebabkan adanya perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan dan untuk tujuan yang berbeda," ucap siaran pers yang dikeluarkan Biro Humas dan Hukum BPS, Rabu, 11 Juni 2025.

Diketahui, Bank Dunia memiliki tiga pendekatan atau standar garis kemiskinan untuk memantau pengentasan kemiskinan secara global dan membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara, yaitu, international poverty line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem (USD2,15 per kapita per hari), USD3,65 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income), dan USD6,85 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income).

Ketiga garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam USD PPP atau Purchasing Power Parity, yaitu metode konversi yang menyesuaikan daya beli antarnegara. Nilai dolar yang digunakan bukanlah kurs nilai tukar yang berlaku saat ini, melainkan paritas daya beli. USD1 PPP pada 2024 setara dengan Rp5.993,03.

Sementara, angka kemiskinan Indonesia sebesar 60,3 pesen, diperoleh dari estimasi tingkat kemiskinan dengan menggunakan standar sebesar USD6,85 PPP yang disusun berdasarkan median garis kemiskinan 37 negara berpendapatan menengah atas, bukan berdasarkan kebutuhan dasar penduduk Indonesia secara spesifik.

Walaupun Indonesia saat ini berada pada klasifikasi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country/UMIC) dengan Gross National Income (GNI) per kapita sebesar USD4.870 pada 2023, namun perlu diperhatikan posisi Indonesia baru naik kelas ke kategori UMIC dan hanya sedikit di atas batas bawah kategori UMIC, yang range nilainya cukup lebar, yaitu antara USD4.516 hingga USD14.005. Sehingga, bila standar kemiskinan global Bank Dunia diterapkan, maka akan menghasilkan jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi.
 

Baca juga: Bank Dunia Punya Standar Baru Kemiskinan, Penduduk Miskin RI Bertambah Jadi hampir 200 Juta
 

BPS mengukur kemiskinan dengan pendekatan kebutuhan dasar


Di sisi lain, BPS mengukur kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN). Jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dinyatakan dalam Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan nonmakanan.

Komponen makanan didasarkan pada standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari, disusun dari komoditas umum seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, dan sayur, sesuai pola konsumsi rumah tangga Indonesia. Komponen non-makanan mencakup kebutuhan minimum untuk tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memotret atau mengumpulkan data tentang pengeluaran serta pola konsumsi masyarakat. Susenas dilaksanakan dua kali dalam setahun.

Di 2024, Susenas dilaksanakan pada Maret dengan cakupan 345 ribu rumah tangga di seluruh Indonesia, dan pada September dengan cakupan 76.310 rumah tangga. Pengukuran dilakukan pada tingkat rumah tangga, bukan individu, karena pengeluaran dan konsumsi dalam kehidupan nyata umumnya terjadi secara kolektif.

Oleh karenanya, garis kemiskinan yang dihitung oleh BPS dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Indonesia. Penghitungan serta rilis angka garis kemiskinan BPS dilakukan secara rinci berdasarkan wilayah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, dengan membedakan antara perkotaan dan perdesaan.

"Pada September 2024, garis kemiskinan nasional per kapita tercatat Rp595.242 per bulan. Namun, perlu diperhatikan, konsumsi terjadi dalam konteks rumah tangga, bukan per orang. Rata-rata rumah tangga miskin terdiri dari 4,71 anggota rumah tangga, sehingga garis kemiskinan untuk satu rumah tangga secara rata-rata nasional adalah Rp2.803.590 per bulan," ungkap BPS.


(Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Medcom.id)
 

Garis kemiskinan berbeda-beda


Garis kemiskinan berbeda untuk setiap provinsi, sebab garis kemiskinan dan rata-rata anggota rumah tangga miskin untuk setiap provinsi berbeda. Sebagai contoh, garis kemiskinan rumah tangga di DKI Jakarta mencapai Rp4.238.886, di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar Rp3.102.215, dan di Lampung sebesar Rp2.821.375. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan tingkat harga, standar hidup, dan pola konsumsi di setiap daerah.

Selain itu, perlu kehati-hatian dalam membaca angka garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah angka rata-rata yang tidak memperhitungkan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, atau jenis pekerjaan. Secara mikro, angka ini tidak bisa langsung diartikan sebagai batas pengeluaran orang per orang.

Sebagai contoh, di DKI Jakarta, garis kemiskinan per kapita pada September 2024 adalah Rp846.085 per bulan. Jika ada satu rumah tangga dengan lima anggota (ayah, ibu, dan tiga balita) maka tidak tepat jika diasumsikan kebutuhan atau pengeluaran ayah sama dengan balita. Karena konsumsi terjadi dalam satu rumah tangga, pendekatan yang lebih tepat adalah melihat garis kemiskinan rumah tangga.

"Dalam kasus ini, garis kemiskinan rumah tangga tersebut adalah Rp4.230.425 per bulan. Angka inilah yang lebih representatif untuk memahami kondisi sosial ekonomi rumah tangga tersebut. Dengan memahami konsep garis kemiskinan yang benar, maka kemiskinan tidak dapat diterjemahkan sebagai pendapatan per orang, dan bahkan tidak bisa diartikan sebagai gaji 20 ribu per hari bukan orang miskin," jelas BPS.

Terakhir, perlu dipahami pula penduduk yang berada di atas garis kemiskinan (GK) belum tentu otomatis tergolong sejahtera atau kaya. Di atas kelompok miskin, terdapat kelompok rentan miskin (1,0-1,5 x GK), kelompok menuju kelas menengah (1,5-3,5 GK), kelas menengah (3,5-17 x GK), dan kelas atas (17 x GK).

Kondisi September 2024, persentase kelompok miskin adalah 8,57 persen (24,06 juta jiwa), kelompok rentan miskin adalah 24,42 persen (68,51 juta jiwa), kelompok menuju kelas menengah 49,29 persen (138,31 juta jiwa), kelas menengah 17,25 persen (48,41 juta jiwa), dan kelas atas 0,46 persen (1,29 juta jiwa).

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)