Ilustrasi kawasan industri Pulogadung. Foto: Dok Medcom.id
M Rodhi Aulia • 18 February 2025 12:59
Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) Versi 2, sebuah langkah penting yang dirancang untuk mendukung upaya Indonesia mencapai target emisi nol bersih (net zero emission) serta mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh negeri. TKBI Versi 2 hadir sebagai panduan bagi perusahaan dan investor untuk membedakan dengan jelas antara aktivitas ekonomi yang ramah lingkungan dan yang tidak, memastikan bahwa hanya yang benar-benar berkelanjutan yang mendapatkan pengakuan.
Dalam versi terbaru ini, cakupan sektor yang masuk dalam kategori keuangan hijau semakin diperluas. Hal ini diharapkan dapat memfasilitasi investasi berkelanjutan yang lebih transparan dan terarah, serta meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam mendukung keberlanjutan. Dengan adanya aturan ini, bank dan lembaga keuangan lainnya kini memiliki panduan yang jelas untuk menyalurkan dana ke proyek-proyek yang memenuhi standar hijau, mempercepat transisi menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan.
Penasihat Keuangan Berkelanjutan dari PwC Indonesia, Yuliana Sudjonno menyambut baik terbitnya TKBI Versi 2.. “Ini menunjukkan aksi nyata dan keseriusan OJK untuk terus mengembangkan arahan yang dapat meminimalisir multitafsir serta praktik greenwashing dalam implementasi aktivitas ekonomi berkelanjutan,” katanya, Selasa, 18 Februari 2025.
Menurut Yuliana, peluncuran ini merupakan bukti keseriusan OJK dalam mengembangkan pedoman yang mengurangi potensi multitafsir dan mencegah praktik greenwashing, di mana perusahaan mengklaim ramah lingkungan tanpa memenuhi standar yang sah. TKBI Versi 2 memastikan bahwa perusahaan tidak dapat sembarangan menyebut diri mereka bisnis hijau tanpa memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Baca juga: OJK Luncurkan Dua Aplikasi Antipenipuan di Sektor Jasa Keuangan
Salah satu inovasi utama dalam versi terbaru ini adalah penerapan pendekatan multi-level dalam menilai apakah suatu aktivitas benar-benar berkelanjutan. Pendekatan ini memastikan bahwa perusahaan harus memenuhi standar ilmiah yang ketat sebelum mengklaim produk mereka ramah lingkungan. OJK juga mempertahankan dua alat utama dalam penilaian keberlanjutan, yaitu Technical Screening Criteria (TSC) dan Sector-agnostic Decision Tree (SDT), yang membantu perusahaan memahami posisi mereka dalam skema keberlanjutan.
TKBI Versi 2 juga memperluas cakupan sektor yang dimasukkan dalam kategori keuangan berkelanjutan, mencakup sektor-sektor penting seperti energi, konstruksi, transportasi, serta pertanian dan kehutanan. Fokus pada energi terbarukan, kendaraan listrik, serta pembangunan bangunan hijau menjadi bagian integral dari agenda keberlanjutan ini. Selain itu, prinsip Do No Significant Harm (DNSH) diperkuat, memastikan bahwa aktivitas yang dianggap hijau tidak merusak aspek lingkungan lainnya, seperti keanekaragaman hayati atau menambah limbah.
Tak hanya itu, aspek sosial juga mendapat perhatian lebih dalam TKBI Versi 2, dengan memastikan bahwa perusahaan tidak hanya memenuhi kriteria lingkungan, tetapi juga melindungi hak pekerja dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dengan memasukkan aspek sosial, TKBI memperkuat komitmennya terhadap keberlanjutan yang tidak hanya mencakup lingkungan, tetapi juga faktor-faktor manusiawi.
Seiring dengan meningkatnya perhatian global terhadap keberlanjutan, TKBI Versi 2 kini semakin selaras dengan standar internasional seperti ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance. Hal ini memungkinkan investor asing untuk lebih mudah memahami standar keberlanjutan yang berlaku di Indonesia dan mempercayakan investasi mereka pada proyek-proyek yang memenuhi kriteria hijau. Versi terbaru ini juga memperkenalkan dua kategori tambahan: Transisi, untuk perusahaan yang masih menghasilkan emisi tinggi tetapi memiliki rencana konkret untuk menguranginya, dan Tidak Memenuhi Klasifikasi, bagi perusahaan yang belum memiliki rencana transisi.
“Dengan berbagai perluasan cakupan ini, TKBI Versi 2 tidak hanya memperkuat komitmen Indonesia dalam ekonomi berkelanjutan, tetapi juga memperkecil celah bagi praktik greenwashing. Ini menjadi instrumen penting dalam membangun kepercayaan investor terhadap produk keuangan hijau,” tutup Yuliana.