ilustrasi/medcom.id
Amaluddin • 13 June 2023 20:19
Surabaya: Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi, dan Sekretaris DPRD Jatim, Andik Fadjar Tjahjono, gelagapan menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan korupsi suap dana hibah. Kasus ini menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simanjuntak.
Hal ini terlihat saat keduanya dicecar JPU saat hadir sebagai saksi di Pengadilan Negri Tipikor Surabaya, Selasa, 13 Juni 2023.
JPU KPK Arif Suhermanto mencecar Kusnadi soal barang bukti berupa catatan kertas berisi angka miliaran dalam perkara korupsi dana hibah. Dalam lembaran kertas yang disita KPK tertulis sebuah nama "Agus Yuda". Dibawah tulisan itu, tertulis sejumlah nama anggota dewan.
10 M = B Renny-Kusnadi
3,5 M = Previllege Kom. C (Ketua)
18 M = Uang Jatah Anggota, yang 50 M (Kom C)
16 M - 10.100 M = 5.900 M
10 M, 3,5 M, 18 M, 5,9 M total 37,400 M.
Arif mempertanyakan apakah ia mengetahui catatan tersebut, termasuk maksud, dan arti abjad M pada tulisan itu. Kusnadi menjawabnya tidak mengetahui kertas tersebut.
Kusnadi juga mengelak perihal catatan yang ada dalam kertas itu. Meski demikian, Kusnadi menyampaikan bahwa abjad "M" dalam catatan itu adalah miliar.
"Interpretasi saya M itu miliar," kata politisi asal PDIP ini di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo, Selasa, 13 Juni 2023.
"Apakah saudara menerima sesuatu dalam jumlah seperti tertera dalam catatan itu?," tanya JPU Arif.
"Saya tidak menerima apa pun," jawab Kusnadi.
Kemudian Arif menjelaska bahwa kertas yang berisi catatan itu merupakan salah satu barang bukti yang disita oleh KPK saat melakukan penggeledehan di gedung DPRD Provinsi Jatim beberapa waktu lalu.
Arif mencecar Kusnadi atas barang bukti tersebut, karena dianggap ada kaitannya dengan perkara dugaan korupsi suap dana hibah yang menjerat Wakil Ketua Sahat Tua P Simanjuntak.
"Barang bukti itu kita sita dari gedung dewan. Makanya itu kita tanyakan pada yang bersangkutan, karena ada namanya dalam catatan tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Jatim Andik Fadjar Tjahjono sedikit gelagapan saat dicecar mengenai kesaktian anak buahnya yang bernama Zaenal Afif Subeki alias Afif. Afif merupakan staf di Sekwan DPRD Jatim.
JPU Arif awalnya bertanya soal jabatan dari Afif yang merupakan salah satu anak buahnya di keseretariatan dewan. Dengan gamblang, Andik menjelaskan Afif menjabat sebagai Kasubag Rapat dan Risalah di Sekwan. Ia juga sempat menjelaskan mengenai job description dari jabatan Afif tersebut.
"Dia (Afif) yang bertanggung jawab salah satunya untuk memfasilitasi rapat paripurna," kata Andik.
Namun, saat ditanya JPU mengapa dalam perkara yang menjerat terdakwa Sahat ini, Afif diketahui memiliki peranan signifikan atas dana hibah pokir seluruh anggota dewan. Meski dalam konteks ini hal itu bukan bagian dari pekerjaannya. Namun Andik dengan ragu mengatakan tidak tahu, dengan alasan apa yang dilakukan Afif itu sudah terjadi sejak dirinya belum menjabat sebagai Sekwan.
"Dia sudah lama (mengurus hibah pokir anggota dewan), sebelum saya menjabat," kata Andik.
"Tapi dia kan anak buah anda. Masak anda tidak memperingatkan yang bersangkutan," tanya JPU Arif.
"Eh iya (anak buah). Iya, iya, ya," jawabnya terbata-bata.
Jawaban ini lantas memicu nada tinggi JPU. JPU lantas ingin Andik menegaskan, mengapa ia tak bisa mengatur anak buahnya yang tidak sesuai dengan pekerjaannya.
Hal itu lantas membuat Andik dengan sedikit ragu menjawab bahwa ia sedikit takut dengan Afif. Ia bahkan mencontohkan, pada 2012, ada Sekwan yang berupaya untuk memindahkan Afif dari posisinya. Namun, bukannya Afif yang pindah, Sekwan justru yang tiba-tiba dipindah dari jabatannya.
Jaksa kembali mencecar Andik dengan sebuah barang bukti secarik kertas putih berisikan catatan bagi-bagi uang pada sejumlah anggota dewan. Kertas tersebut, diakui JPU justru ditemukan di ruangan Afif. Saat ditanya apakah ia mengetahui kertas tersebut, Andik mengaku tahu saat ditunjukkan oleh penyidik.
"Iya tahu saat ditunjukkan (penyidik). Tapi saya tidak tahu persis mengenai apa itu," ujarnya.
Seperti diketahui, dalam perkara ini JPU KPK menyebut kalau Sahat diduga menerima uang suap sebesar Rp39,5 miliar dari dua penyuap, yakni, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.
Sahat didakwa dengan dua pasal. Pertama terkait penyelenggara negara Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP.