Warga Gaza mengantre di lokasi pembagian makanan. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 25 August 2025 14:05
Gaza: Pengumuman bencana kelaparan yang meluas di Gaza pada Jumat pekan lalu oleh Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menjadi titik krusial dalam konflik yang berlangsung di sana. Lembaga tersebut, yang menjadi standar internasional dalam menilai krisis pangan, menetapkan Gaza berada pada Level 5 atau kondisi kelaparan “katastrofik.”
Penilaian ini sangat penting, sebab IPC selama ini dikenal berhati-hati dalam menyatakan status kelaparan.
Namun, di Gaza, tiga indikator utama telah terpenuhi: krisis pangan ekstrem, malnutrisi akut, serta meningkatnya angka kematian akibat kelaparan. Saat ini lebih dari 500.000 orang atau seperempat warga Gaza mengalami kelaparan, dan jumlah itu diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 640.000 dalam enam minggu ke depan.
Meski ada dugaan kuat kelaparan telah terjadi di Gaza utara, IPC belum mengonfirmasi hal itu karena keterbatasan data. Israel menolak hasil laporan ini, menuding IPC dimanipulasi Hamas dan mengklaim telah menyediakan cukup makanan. Tuduhan tersebut dibantah, baik oleh IPC maupun lembaga bantuan yang menemukan bukti malnutrisi akut di lapangan.
Kisah-kisah warga Gaza, termasuk dokter, jurnalis, dan masyarakat umum, menggambarkan kondisi tidak makan berhari-hari, penurunan berat badan drastis, hingga kelelahan parah. Anak-anak, lansia, dan orang dengan penyakit bawaan disebut menjadi kelompok paling rentan dan telah mulai meninggal akibat kelaparan.
Sejumlah lembaga internasional seperti Médecins Sans Frontières (MSF) menegaskan krisis ini dipicu hambatan distribusi bantuan. Konvoi bantuan sering tertunda atau jumlahnya jauh dari cukup. Awal bulan ini, belasan lembaga kemanusiaan bahkan menuduh Israel “mempersenjatai” bantuan dengan aturan baru yang memperlambat operasi di lapangan.
PBB bersama FAO, Unicef, WFP, dan WHO menekankan urgensi respons kemanusiaan segera, menyusul memburuknya malnutrisi akut dan meningkatnya angka kematian.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyebut kelaparan di Gaza sebagai “bencana buatan manusia, dakwaan moral, dan kegagalan kemanusiaan itu sendiri.” Ia kembali menyerukan gencatan senjata, pembebasan sandera, serta akses kemanusiaan tanpa hambatan.
Alih-alih membuka jalur bantuan, Israel justru mengancam melancarkan serangan besar ke Gaza pusat, wilayah yang kini menjadi pusat bencana kelaparan. Langkah itu berisiko memaksa lebih dari satu juta orang kembali mengungsi tanpa fasilitas memadai.
Presiden dan CEO Komite Penyelamatan Internasional (IRC), David Miliband, menilai konfirmasi IPC bahwa ambang batas kelaparan telah terlampaui di Kota Gaza adalah dakwaan keras atas kegagalan melindungi warga sipil. “Tanda-tanda peringatan sudah jelas selama berbulan-bulan, namun tidak ada tindakan segera,” ujarnya.
PBB melalui badan hak asasi manusianya menegaskan, krisis kelaparan di Gaza merupakan konsekuensi langsung dari kebijakan Israel dan dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang. (Muhammad Fauzan)
Baca juga: Kelaparan Renggut Delapan Nyawa Warga Palestina di Gaza