Ketum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), mengumumkan pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat bersama sejumlah partai politik (parpol) non parlemen. Dok. Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 25 September 2025 10:18
Jakarta: Ketum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), mengumumkan pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat bersama sejumlah partai politik (parpol) non parlemen. Parpol tersebut, yakni PBB, Partai Buruh, Perindo, PKN, Prima, PPP, Partai Berkarya, Hanura, Partai Ummat
"Malam ini telah diputuskan berdirinya Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat dari 12 partai, 9 partai yang hadir. Yang lain nanti mau nyusul silakan, untuk bergabung dalam rangka membangun sesuatu yang dapat memberikan nilai suara rakyat berdaulat untuk kepentingan rakyat di tahun 2029 yang akan datang," kata OSO usai pertemuan dengan petinggi parpol non parlemen di kediamannya, kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu, 24 September 2025.
OSO mengatakan Sekber ini akan mengawal penghapusan parlementary threshold (PT) atau ambang batas masuk DPR. Dalam aturan saat ini, parpol peserta pemilu harus memenuhi ambang batas empat persen untuk bisa masuk DPR.
"Kenapa sekarang kita sudah siap dari awal, karena supaya jangan terjadi lagi last minute aturan itu diubah-ubah gitu, sehingga merugikan perjuangan dari partai-partai yang hadir di sini, yang non-parlemen," ujar OSO.
Dia menyebut ada 17.304.303 suara hilang karena adanya aturan ambang batas parlemen. Hilangnya belasan juta suara rakyat itu dinilai sebagai kejahatan representasi pelanggaran atas kedaulatan rakyat.
"Tidak terwakilinya 17 juta tersebut suara rakyat di DPR RI bertentangan dengan prinsip political equality yang menjadi dasar demokrasi modern. Jika PT 4 persen masih diberlakukan maka demokrasi dikerdilkan menjadi masalah angka bukan lagi prinsip kedaulatan rakyat. Betul teman-teman?" ujar OSO.
OSO mengatakan kedaulatan rakyat tidak boleh dihapus oleh mekanisme ambang batas. Menurut dia, dalam prinsip demokrasi, tidak ada suara yang lebih tinggi atau lebih rendah.
"Secara teori politik, kedaulatan rakyat adalah milik rakyat. Secara absolut kedaulatan rakyat tidak boleh dihapus oleh mekanisme ambang batas PT. Dalam prinsip demokrasi, tidak ada suara yang lebih tinggi atau lebih rendah teori Robert Dewey dalam political chief," jelas OSO.
Baca Juga:
Pemerintah bakal Menindaklanjuti Revisi UU Pemilu dan UU Parpol |
OSO mengatakan Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat menargetkan parlementary threshold nol persen. Dalam waktu dekat, Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat akan membahas hal tersebut.
"Kita harus sesuaikan dengan sesuai mekanisme tentang undang-undang pemilu yang sebenarnya. Kan kita punya undang-undang pemilu. Jangan dilanggar. Karena itu telah sah secara hukum. Dan harus dimaknai berdasarkan hati nurani," kata OSO.
OSO mengumumkan struktur kepengurusan Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat. Semua akan diumumkan pekan depan.
"Nanti rahasia, rahasia, rahasia, nanti kita umumkan setelah strukturnya terbentuk. Insyaallah dalam waktu paling lama 7 hari," jelas OSO.
Pertemuan ini dihadiri Presiden Partai Buruh Said Iqbal; Dewan Pertimbangan PBB Fahri Bachmid; Ketum Partai Umat, Aznur Syamsu; Sekjen Perindo Fery Kurnia Rizkiyansyah; Sekjen PKN, Sri Mulyono; Wasekjen Partai Prima Ika Apriliani; Ketua LBH PPP Erfandi; dan Sekjen Partai Berkarya Irman Jaya Tahrir.
Dewan Pertimbangan PBB, Fahri Bachmid, menjelaskan pembentukan Sekber ini untuk memastikan PT 4 persen dihapus.
"Kita merumuskan dua langkah yang harus dilakukan. Pertama perlawanan secara konstitusional melalui saluran hukum yang ada, MK atau ingin memastikan putusan MK itu konsisten, bisa ditransfer dalam bentuk norma hukum, terus ada perubahan UU Pemilu," kata Fahri.
Dia menegaskan revisi UU Pemilu harus mengadopsi yang sudah diamanatkan Mahkamah Konstitusi (MK). MK telah menyatakan Pasal 414 UU Pemilu sudah tidak konstitusional untuk diberlakukan di Pemilu 2029.
"Bagaimana rumusan dari DPR untuk menerjemahkan itu, apakah dinolkan atau diturunin atau seperti apa. Putusan MK mengatakan bahwa harus metodelogi yang rasional, berbasis akademik, sampai didapatkan rumusan persentase yang betul-betul masuk akal," ujar Fahri.
Dia menambahkan Sekber juga akan melakukan gerakan secara politik. Artinya, revisi UU Pemilu harus didorong dengan meluaskan partisipasi publik.
"Ini butuh pergerakan sistemik, ga bisa bicara dengan opini saja, harus melalui gerakan sistemik yang bisa dilakukan oleh partai-partai nonparlemen saat ini," ujar Fahri