Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Indriyani Astuti • 4 June 2023 15:48
Jakarta: Sistem pemilu proporsional tertutup berpotensi menjauhkan pemilih dari para kandidat dan partai. Hal itu dikhawatirkan justru dapat menurunkan partisipasi pemilih.
"Usulan sistem proporsional tertutup saya kira sebuah kemunduran dalam kualitas demokrasi elektoral kita," kata Wakil Direktur Pusat Kajian Ilmu Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) Hurriyah saat dihubungi, Minggu, 4 Juni 2023.
Dia menyampaikan sistem proporsional terbuka diterapkan karena ingin memperbaiki keterwakilan dalam pemilu. Serta, mendekatkan pemilih dengan para calon anggota legislastif (caleg).
Dia mengakui sistem proporsional terbuka memiliki kekurangan. Namun, hal itu bukan karena sistemnya, tapi perilaku berpemilu aktor-aktor elektoral dan partai.
"Aktor politik dan partai yang hanya menjadikan pemilu sebagai cara untuk berkuasa secara absah, bukan menjadikan demokrasi sebagai rule of the game yang digunakan dalam berpolitik," ungkap dia.
Selain itu, dia menyampaikan sistem proporsional tertutup tidak akan mengatasi persoalan- persoalan yang mengemuka. Seperti, politik uang, ongkos politik yang mahal, dan kurangnya keterwakilan.
Kekurangan sistem pemilu proporsional tertutup adalah menjauhkan pemilih dengan kandidat. Sebab, pemilih hanya mencoblos logo partai.
"Melanggengkan keterputusan hubungan antara partai politik dan pemilih, serta memperkuat praktik patronase dan klientelisme partai," sebut dia.
Dia juga menyampaikan pengubahan sistem pemilu dari terbuka ke tertutup hanya memindahkan arus politik uang saja dari pemilih ke partai. Sebab, pada sistem pemilihan proporsional tertutup, partai politik yang menentukan siapa saja kader mereka yang akan duduk di parlemen.