Apindo Gusar, Pemda Diminta Tak Buru-buru Implementasikan Pajak Hiburan

Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani. Foto: MI/Adam Dwi.

Apindo Gusar, Pemda Diminta Tak Buru-buru Implementasikan Pajak Hiburan

Fetry Wuryasti • 18 January 2024 23:09

Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan asosiasi sudah menyampaikan kepada pemerintah, dan harapkan mendapatkan solusinya.
 
Dia mengatakan karena aturan terkait tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang menyasar jasa hiburan diatur dalam bentuk Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022, maka undang-undang tidak bisa dibatalkan.
 
Oleh karena saat ini undang-undang sudah diberlakukan, maka satu-satunya jalan yang dapat ditempuh pengusaha adalah melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan harapan beleid tersebut direvisi.
 
Menurut Apindo, konsep pajak pungut adalah semakin tinggi harga produk atau jasa, maka akan semakin tinggi nilai pajaknya. Maka dari itu, nilai pajak hiburan idealnya maksimal 10 persen, seperti halnya pajak hotel dan restoran saat ini.
 
"Memang saat ini harus judicial review terlebih dahulu. Pembatalan undang-undang tidak bisa segampang bilang mau dibatalkan. Sembari ini proses, dari sekarang sambil kami inginkan pemerintah daerah masing-masing jangan terburu-buru mengambil keputusan untuk memperlakukan pajak 40 persen sampai 75 persen," kata Shinta, ditemui di Jakarta, Kamis, 18 Januari 2024.
 
Apindo berharap pemerintah daerah bisa lebih memberikan kesempatan untuk supaya pemberlakuan undang-undang dievaluasi kembali.
 
Dia membenarkan aturan ini sebuah polemik. Di dalam undang-undang tersebut, kata Shinta, menyebutkan akan berlaku dalam dua tahun yang akan datang, artinya di 2024.
 
Meski periode tersebut panjang sejak 2022, tetapi tidak ada yang menyadarinya aturan tersebut akan berlaku. Sebab di sisi lain para industri sektor pariwisata dan hiburan masih sibuk untuk memulihkan keuangan mereka.
 
"Dua tahun waktu yang cukup panjang, hanya saja ini tidak ada yang aware sampai sejauh ini. Satu-satunya jalan harus judicial review, kita mesti menyadari bahwa pajak hiburan itu sudah dari dua tahun yang lalu, UU Nomor 1 Tahun 2022. Itu sudah diundangkan. Jadi masalahnya mungkin sosialisasinya kurang pada waktu itu, dan ini menimbulkan polemik yang luar biasa," kata Shinta.

Baca juga: Pemda Wajib Tunggu Uji Materi MK terkait Pajak Hiburan
 

Minta tunda hingga dibatalkan

 
Apindo sedang mengupayakan sosialisasi ke pemerintah daerah masing-masing, mengimbau supaya mereka menghentikan, menunda, maupun tidak mengimplementasikan aturan tersebut, karena juga akan berdampak ke pendapatan daerahnya.
 
Sebab yang terkena tidak semata industri hiburan, diskotek, dan sebagainya tapi ekosistem yang terkait, yang merupakan labour intensive. Dia mencontohkan seperti industri spa yang basisnya budaya seperti di Bali.
 
"Kalau kami inginnya pajak tetap seperti sekarang (di 10 persen). Tidak usah ada penambahan lain. Kita ingin mengintensifkan supaya perusahaan-perusahaan ini lebih tumbuh sehingga lebih banyak bisa berkontribusi kepada pajak daerah juga. Jadi jangan dikikis, justru mesti tumbuhkan," kata Shinta.
 
Meski biasanya kemudian akan ada aturan turunan keringanan dari pemerintah berupa usulan-usulan seperti insentif, namun masalah akan menjadi lebih kompleks. "Mendingan direview kembali jangan sampai ini diimplementasikan," tegas Shinta.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)