Survei LSI: Mayoritas Publik Dukung Kesetaraan Penyidik di Revisi KUHAP

Survei Nasional LSI soal RUU KUHAP di Jakarta, Minggu, 13 April 2025. Foto: Dok LSI

Survei LSI: Mayoritas Publik Dukung Kesetaraan Penyidik di Revisi KUHAP

Wandi Yusuf • 13 April 2025 17:40

Jakarta: Hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan bahwa mayoritas publik mendukung kesetaraan penyidik. Dukungan ini berkaitan dengan rencana revisi Undang-undang tentang Perubahan atas UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Hasil survei juga mendapati bahwa publik mendukung peningkatan tansparansi dan akuntabilitas penanganan kasus pidana dimasukkan ke dalam rancangan KUHAP, kata Peneliti LSI, Yoes C Kenawas, saat menyampaikan rilis Survei Nasional LSI di Jakarta, Minggu, 13 April 2025.

Poin penting lain, lanjut Yoes, mengenai dukungan publik atas urgensi keberadaan saluran lain untuk pelaporan kejahatan. Publik merasa belum mendapat kejelasan penanganan oleh penegak hukum.

"Mayoritas dengan angka 86 persen responden menilai pentingnya keberadaan saluran lain untuk menindaklanjuti laporan atau pengaduan yang tidak mendapatkan kejelasan dalam waktu 14 hari sejak laporan diterima," kata Yoes yang mengambil latar belakang isu RUU KUHAP periode 22-26 Maret 2025.

Dari 86 persen tersebut, sebanyak 38,8 persen di antaranya bahkan menyatakan keberadaan saluran pelaporan tersebut dengan kategori sangat penting. Hanya 7,2 persen yang menganggap saluran pelaporan tidak diperlukan.

"Permasalahannya kan kalau tak viral tidak ada keadilan. Harus ada mekanisme masyarakat melaporkan kalau laporan mereka tidak ditindaklanjuti dalam 14 hari," kata Yoes.
 

Kesetaraan penyidik

Menyangkut isu kedudukan penyidik di RUU KUHAP yang juga dipandang menjadi perdebatan, LSI menyebut sebanyak 61,6 persen mendukung kesetaraan penyidik.

Mayoritas sebanyak 61,6 persen menyatakan kedudukan semua penyidik (misal penyidik kejaksaan, BNN, atau PPNS) setara dan sebanding. Baik secara kualifikasi maupun kompetensi.

"Ini akan menjadi perdebatan apakah Polri menjadi penyidik utama atau lembaga lain yang punya kewenamgan yang sama. Menurut masyarakat gak cuma terpusat di satu lembaga," kata dia.

Yoes menambahkan mayoritas responden menunjukkan tingkat persetujuan yang cukup tinggi atas isu-isu terkait proses penegakan hukum. Termasuk di dalamnya terkait restorative justice, pendampingan oleh advokat/penasehat hukum, izin dan saksi dalam penggeledahan, ketersediaan dan aksesibilitas informasi perkara kriminal, pengujian sebelum upaya paksa, dan saluran untuk menyampaikan keberatan.
 

Kepercayaan menurun

Survey LSI juga menyoroti berbagai aspek penegakan hukum yang terjadi hingga saat ini. Mulai dari kepercayaan terhadap lembaga hingga transparansi penindakan atas oknum yang melakukan kejahatan. 

Yoes membeberkan hasil survei memperlihatkan adanya penurunan kepercayaan lembaga penegak hukum dibanding survei yang dilakukan pada Januari 2025. 

Kejaksaan Agung masih menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik dengan angka 75 persen. Menyusul KPK yang turun 4 persen menjadi 68 persen. Sedangkan Polri mendapat angka 65 persen karena mengalami penyusutan 6 persen pada periode yang sama.

Penurunan kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum ini selaras dengan penilaian publik atas kurangnya transparansi terhadap penanganan oknum yang melakukan tindak kriminal. Sebanyak 50,3 persen responden memandang proses penanganan kasus-kasus saat aparat melakukan tindak kriminal, berlangsung tidak transparan.
 
Baca: 

Ganggu Wartawan, AJI Minta Larangan Liput Sidang di RKUHAP Dihapus


Sorotan juga ditujukan LSI terhadap berbagai peristiwa yang mengkritik lembaga penegak hukum namun justru membuat masyarakat harus meminta maaf terhadap intitusi tersebut. Permintaan maaf dari masyarakat yang dianggap merendahkan lembaga penegak hukum itu antara lain kasus dialami Band Sukatani dan video viral patroli pengawalan. 

"Sebanyak 47,4 persen responden memandang hal itu sebagai bentuk persekusi atau tekanan atas kebebasan berpendapat. Sementara 31,6 persen menyebut aparat penegak hukum telah melakukan tugasnya secara profesional," kata dia.

Yoes melanjutkan, survei juga memberikan gambaran bahwa 19,8 persen responden menyatakan dirinya atau orang di sekitarnya pernah berurusan dengan aparat penegakan hukum. Mayoritas menyatakan setuju terhadap pernyataan bahwa mereka sudah mengetahui hak dan kewajiban mereka dalam mendapatkan keadilan dan diperlakukan secara adil dan manusiawi. 

"Publik cukup terbelah mengenai pernyataan terkait kekhawatiran harus membayar biaya tambahan kepada APH  (aparat penegak hukum) di luar biaya yang ditetapkan. Ini indikasi awal adanya kekhawatiran publik atas pungli," kata dia.
 

Minim sosialisasi

Yoes melanjutkan, meski rapat paripurna DPR pada 18 Februari 2025 menyetujui RUU KUHAP sebagai RUU Inisiatif DPR dan akan segera dibahas oleh Komisi 3, ironisnya mayoritas publik tak mengetahui informasi tersebut. Hanya 29,7 persen yang saat ini mengetahui pemerintah dan DPR sedang membahas perubahan KUHAP. Sementara, 70,3 persen menyatakan tidak tahu bahwa saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas perubahan KUHAP

"Mungkin bisa dibilang saat ini RUU KUHAP hanya isu di elite, belum di masyarakat sepenuhnya," kata dia.

Pengamat kepolisian Bambang Rukminto mewanti-wanti pentingnya masyarakat menyadari pentingnya pembahasan RUU KUHAP. Kontrol atas pembahasan RUU KUHAP ditekankannya agar kewenangan sangat besar tidak terjadi di salah satu lembaga penegak hukum yang akan berimbas memunculkan potensi-potensi koruptif dan abuse of power

"KUHAP ini sangat penting karena menyangkut hak warga negara terkait hukum," kata Bambang.

KUHP secara formil berlaku 1 Januari 2026, kalau tidak ada hukum acara pelaksanaan dari KUHP, maka KUHP ini akan menjadi ancaman. Untuk itu, masyarakat perlu dilindungi dengan KUHAP. 

"Makanya penting sekali masyarakat mengetahui. Hasil rilis hanya hampir 30 persen yang tahu, ini kan miris," kata dia.

Survei Nasional LSI menyasar 1.214 responden yang dipilih melalui metode double sampling atau pengambilan sample secara acak dari kumpulan data hasil survei tatap muka yang dilakukan sebelumnya. Responden yang dipilih adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon/handphone.

Margin of error survei sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Wandi Yusuf)