Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Jakarta: Tokoh bangsa sekaligus Guru Besar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie, mengingatkan pentingnya mengembalikan nilai keteladanan dalam praktik politik dan demokrasi di Indonesia yang kini semakin transaksional. Praktik politik dan demokrasi dinilai kian menjauh dari semangat Pancasila.
Jimly menjelaskan politik yang kehilangan nilai keteladanan berpotensi menjerumuskan bangsa pada krisis moral dan kepemimpinan. Menurut dia, demokrasi yang sehat tidak bisa hanya dijalankan secara prosedural, tetapi harus berakar pada moralitas, keadaban, dan nurani kebangsaan.
“Kita harus menggelorakan kekuatan nurani dan akal sehat bangsa dengan menata ulang sistem kelembagaan negara berdasarkan roh Pancasila,” ujar Jimly saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 26 Oktober 2025.
Dia menekankan demokrasi yang baik tidak hanya ditopang sistem dan lembaga, tetapi oleh integritas para pelaku politik. Tanpa keteladanan pemimpin, kata Jimly, bangsa akan kehilangan arah moral dan kepercayaan publik terhadap demokrasi terus merosot.
“Keteladanan adalah inti dari kepemimpinan. Kalau pemimpin tidak bisa memberi teladan, rakyat pun akan kehilangan pedoman moral dalam kehidupan berbangsa,” ujar mantan Ketua MK itu.
Jimly menilai kehidupan politik Indonesia semakin terjebak dalam pola demokrasi transaksional pada beberapa tahun terakhir. Politik yang seharusnya menjadi arena pengabdian bagi rakyat justru berubah menjadi ajang perebutan kekuasaan yang sarat kepentingan jangka pendek.
Jimly menyampaikan harapannya kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto agar tetap berpegang pada idealisme lama yang pernah digagas sebagaimana tertuang dalam buku Paradoks Indonesia.
“Semoga Presiden Prabowo konsisten dengan impian lamanya dan bersedia melepaskan dirinya dari urusan tetek bengek politik kepartaian yang selalu berorientasi rebutan, dan mengambil hal-hal pragmatis untuk menikmati kekuasaan,” ujar Jimly.