Sidang Perdana, MK Diminta Batalkan UU TNI

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id

Sidang Perdana, MK Diminta Batalkan UU TNI

Tri Subarkah • 14 May 2025 15:52

Jakarta: Sidang gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga Konstitusi diminta membatalkan beleid tersebut.

Permohonan ini diajukan enam pemohon, termasuk Putri Presiden keempat Abdurrahman Wahid, Inayah WD Rahman atau Inayah Wahid. Inayah tercatat sebagai pemohon kelima dalam perkara yang teregistrasi dengan Nomor 81/PUU-XXIII/2025. Pemohon lainnya adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty.

Kuasa para pemohon, Bugivia Maharani Setiadji Putri, meminta MK menyatakan pembentukan UU TNI tidak memenuhi aturan menurut Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu argumen yang dikemukakan, yakni DPR dan Presiden selaku pembentuk UU beriktikad buruk dengan menyembunyikan rancangan revisi UU TNI.

"Rapat-rapat pembahasan revisi UU TNI juga tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Sebab, sejumlah rapat kritikal dilakukan dalam ruang-ruang yang tertutup, tidak di gedung DPR, dan tidak disiarkan di kanal-kanal informasi DPR dan pemerintah, sehingga publik tidak bisa mengakses dan mengawasi proses pembahasan revisi UU TNI tersebut," ujar Bugivia di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025.
 

Baca Juga:

MK Mulai Sidangkan 11 Gugatan UU TNI


Petitum lain yang diajukan pemohon adalah meminta MK menyatakan UU baru tentang TNI tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memberlakukan kembali UU TNI sebelum direvisi, yakni UU Nomor 34 Tahun 2004. 

Dalam provisi atau sebelum putusan akhir dikeluarkan MK, pemohon meminta majelis menunda pemberlakukan UU baru TNI. MK juga diminta memerintahkan Presiden maupun DPR tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru atau kebijakan dan atau tindakan strategis yang berkaitan dengan UU baru TNI.

Sidang perdana itu diketuai hakim konstitusi Suhartoyo dengan didampingi Daniel Yusmic P Foekh dan M Guntur Hamzah. Suhartoyo meminta pemohon memperjelas uraian ihwal kerugian konstitusional terkait UU baru tentang TNI.

Dia mengatakan upaya konkret pemohon yang terhalang karena minimnya akses informasi saat proses pembahasan revisi UU TNI menjadi penting. Jika bersifat pasif, kerugian konstitusional terkait permohonan uji formil tersebut sulit untuk dibuktikan.

"Kalau selama proses pembahasan itu kemudian tidak melakukan apa-apa, itu juga sulit untuk kemudian mendalilkan berkaitan dengan kerugian konstitusional itu merasa dirugikan," kata Suhartoyo.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)