Israel Izinkan Pasokan Makanan dalam Jumlah Terbatas Masuk ke Gaza

Bantuan makanan dari WFP untuk disalurkan ke Jalur Gaza. (Anadolu Agency)

Israel Izinkan Pasokan Makanan dalam Jumlah Terbatas Masuk ke Gaza

Willy Haryono • 19 May 2025 06:58

Tel Aviv: Pemerintah Israel mengumumkan pada hari Minggu kemarin bahwa mereka akan mengizinkan masuknya pasokan makanan dalam jumlah sangat terbatas ke Jalur Gaza. Langkah ini, menurut pernyataan resmi, bertujuan untuk mencegah terjadinya kelaparan di wilayah tersebut.

"Israel akan mengizinkan masuknya jumlah makanan dasar bagi penduduk guna mencegah terjadinya krisis kelaparan di Jalur Gaza," demikian disampaikan kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari Anadolu Agency, Senin, 19 Mei 2025.

Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa kelaparan dapat membahayakan kelanjutan Operasi Gideon's Chariot, yang merujuk pada fase baru serangan darat Israel di wilayah utara dan selatan Gaza.

Keputusan tersebut disebut diambil berdasarkan "rekomendasi militer Israel dan kebutuhan operasional guna memungkinkan perluasan pertempuran intensif untuk mengalahkan Hamas."

Kantor penyiaran publik Israel, KAN, mengutip seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa langkah ini bersifat sementara dan diperkirakan berlangsung sekitar satu minggu. Selama periode tersebut, pusat-pusat distribusi bantuan akan dibentuk, terutama di wilayah selatan Gaza, dan dikabarkan akan diawasi militer Israel serta dijalankan oleh kontraktor Amerika Serikat (AS).

Israel dan AS saat ini mendorong dua rencana distribusi bantuan. Pengakuan terbuka Israel menyatakan bahwa tujuan akhirnya adalah memindahkan penduduk dari Gaza utara dengan menjadikan Kota Rafah di selatan sebagai pusat utama bantuan kemanusiaan.

Upaya Gencatan Senjata

Sebelumnya pada hari Minggu, harian Yedioth Ahronoth mengutip sumber-sumber resmi yang menyebutkan bahwa Netanyahu telah memberitahu anggota kabinet keamanan mengenai keputusannya membuka akses bantuan ke Gaza. 

Beberapa menteri, termasuk Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir, menentang keputusan tersebut dan meminta agar dilakukan pemungutan suara. Permintaan ini dilaporkan ditolak oleh Netanyahu.

Langkah ini bertentangan dengan pernyataan Netanyahu sebelumnya, di mana ia mengklaim bahwa pembebasan tentara Israel-AS Edan Alexander oleh kelompok pejuang Palestina Hamas pada Senin lalu merupakan tindakan tanpa syarat.

Namun, Hamas menyatakan bahwa pembebasan tersebut merupakan bagian dari "kesepahaman" yang lebih luas, termasuk soal pengiriman bantuan, sebagaimana telah mereka umumkan sebelumnya.

Kamis lalu, Hamas memperingatkan bahwa kegagalan dalam melaksanakan kesepakatan dengan AS terkait bantuan dan gencatan senjata dapat berdampak negatif terhadap upaya negosiasi pertukaran tahanan.

Dalam sebuah pernyataan, Hamas menegaskan komitmennya mengurangi penderitaan rakyat Palestina dengan mengakhiri agresi Israel dan membuka perbatasan bagi bantuan kemanusiaan. Hamas menyebut pembebasan Alexander sebagai langkah positif dalam semangat tersebut.

"Kami mengharapkan, berdasarkan kesepahaman yang telah dicapai bersama pihak Amerika dan diketahui para mediator, bahwa bantuan kemanusiaan akan segera mulai masuk ke Jalur Gaza, seruan untuk gencatan senjata permanen akan dikumandangkan, dan negosiasi menyeluruh akan digelar untuk semua isu demi mencapai keamanan dan stabilitas di kawasan. Inilah yang kami harapkan tercapai," tambah pernyataan itu.

Perang Israel-Hamas

Saat ini, negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel sedang berlangsung di Doha, Qatar. Tujuannya adalah mengakhiri kekerasan dan menyepakati pertukaran tahanan.

Jalur Gaza terus menghadapi kondisi kelaparan parah yang diperparah kebijakan blokade dan pembatasan bantuan oleh Israel selama berbulan-bulan. 

Sejak 2 Maret, Israel menutup semua akses masuk ke Gaza bagi pasokan makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan, memperparah krisis yang telah berlangsung lama, menurut laporan dari pemerintah, lembaga HAM, dan badan internasional.

Sekitar 2,4 juta penduduk Gaza kini sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan, menurut data Bank Dunia.

Sejak Oktober 2023, militer Israel telah melancarkan ofensif besar-besaran di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 53.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak.

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada November lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang berlangsung di wilayah tersebut.

Baca juga:  Sekjen PBB Kecam Operasi Militer Baru Israel di Gaza

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)