Bikin Rugi, Pedagang Tolak Kebijakan Zonasi Penjualan dan Penyeragaman Kemasan Rokok

Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com

Bikin Rugi, Pedagang Tolak Kebijakan Zonasi Penjualan dan Penyeragaman Kemasan Rokok

Eko Nordiansyah • 15 May 2025 19:16

Jakarta: Permintaan pembatalan pasal-pasal tembakau pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terus menguat dari berbagai pihak. Salah satunya dari para asosiasi pedagang, yang menolak adanya larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. 

Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang kecil, terutama di pasar tradisional dan warung-warung kelontong karena dapat memukul pendapatan pedagang yang sudah lebih dulu berjualan di area tersebut.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburrohman mengungkapkan bahwa implementasi larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dapat berdampak signifikan terhadap pendapatan pedagang, khususnya mereka yang mengandalkan penjualan rokok. 

"Di pasar, pedagang rokok itu jumlahnya relatif sedikit dibandingkan pedagang sembako atau pakaian. Namun, bagi sebagian pedagang, penurunan omzet akibat pembatasan ini bisa mencapai 30 persen," ujarnya kepada wartawan dikutip Kamis, 15 Mei 2025.

Terpisah, seorang pedagang warung di Jakarta Selatan, Jhony mengungkapkan kekhawatirannya. Ia menilai kebijakan pemerintah justru membuat penyebaran rokok ilegal semakin menjamur.

"Kalau buat saya, rokok itu jangan dinaikkan terus harganya. Kalau mau mencegah, bukan caranya dinaikkan, karena tetap saja dibeli orang. Makanya rokok ilegal laku karena murah," ujarnya.
 

Baca juga: 

Dinilai Cacat Prosedur, Tekanan Deregulasi PP 28/2024 Semakin Menguat



(Ilustrasi. Foto: Dok istimewa)

Peredaran rokok ilegal meningkat

Peredaran rokok ilegal menjadi sorotan karena kini banyak orang memilih membeli rokok dengan harga murah. Data menunjukkan bahwa jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak meningkat dari 253,7 juta batang pada 2023 menjadi 710 juta batang pada 2024.

Jhony juga resah dengan potensi larangan penjualan rokok di warung-warung yang berdekatan dengan satuan pendidikan dan tempat bermain anak yang tertera pada PP 28/2024. "Kalau aturannya dijalankan itu bisa sangat merugikan," tuturnya.

Omzet penjualan rokok di warung Jhony bisa mencapai Rp3 juta hingga Rp4 juta per hari. Jika rokok tidak boleh dipajang di warungnya, ada kekhawatiran dia akan kehilangan sebagian besar pendapatan tersebut. 

Jhony menyampaikan keraguannya terhadap efektivitas larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak tanpa adanya solusi yang jelas bagi pedagang. 

"Kalau ngatur kasih solusinya dong, jangan cuma ngatur doang. Mengatur tanpa solusi ya sama saja bohong," tegasnya.

Ia memberikan saran kepada pemerintah terkait pengendalian konsumsi rokok dengan mendorong edukasi lebih gencar lagi. Jhony bersedia memberikan edukasi dan menempel stiker peringatan usia jika itu menjadi solusi alternatif yang lebih efektif.

Penolakan dari pedagang ini menjadi catatan penting dalam mengimplementasikan PP 28/2024. Untuk itu, perlu solusi yang komprehensif agar kebijakan tersebut tidak hanya efektif melindungi anak-anak dari bahaya rokok, tetapi juga tidak mematikan mata pencaharian pedagang kecil.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)