Pasangan tentara Kanada rayakan hari Valentine, 1944. (Dok. Museum Galt)
Riza Aslam Khaeron • 11 February 2025 11:44
Jakarta: Hari Valentine, yang dirayakan setiap tanggal 14 Februari, telah menjadi simbol cinta dan romansa di berbagai belahan dunia. Namun, sejarah dan asal usulnya tidak sepenuhnya diketahui oleh banyak orang.
Melansir History.com, Hari Valentine berakar pada tradisi kuno yang menggabungkan unsur-unsur Kristen dan Romawi kuno.
Asal Usul Hari Valentine
Foto: St. Valentine, lukisan dari abad 15. (Dok. Museum Seni Nasional AS)
Melansir History.com pada Selasa, 11 Februari 2025, Gereja Katolik mengakui tiga santo bernama Valentine atau Valentinus, yang semuanya menjadi martir. Salah satu legenda menyebutkan bahwa Valentine adalah seorang imam di Roma pada abad ke-3.
Ketika Kaisar Claudius II melarang pernikahan bagi pria muda karena dianggap membuat mereka menjadi tentara yang buruk, Valentine secara diam-diam tetap menikahkan pasangan-pasangan muda. Ketika perbuatannya terungkap, ia dijatuhi hukuman mati.
Legenda lain mengisahkan bahwa Valentine adalah Uskup Terni yang juga dieksekusi oleh Claudius II. Ada pula cerita yang menyebutkan bahwa Valentine menulis surat terakhir kepada seorang gadis yang ia cintai, diduga putri penjaga penjaranya, dengan tanda tangan “Dari Valentinemu” sebelum ia dieksekusi.
Festival Romawi dan Pengaruh Kristen
Gambar: Festival Lupercalia. (Andrea Camassei)
Sebelum menjadi hari yang dikaitkan dengan cinta, 14 Februari bertepatan dengan perayaan Lupercalia, festival Romawi kuno yang diadakan setiap tanggal 15 Februari. Festival ini didedikasikan untuk Faunus, dewa pertanian Romawi, serta Romulus dan Remus, pendiri Roma.
Selama perayaan ini, para pendeta akan mengorbankan kambing untuk kesuburan dan anjing untuk purifikasi. Kulit kambing yang telah dicelupkan dalam darah kemudian digunakan untuk “memukul” wanita Romawi, yang percaya bahwa hal ini akan membuat mereka lebih subur.
Pada akhir abad ke-5, Paus Gelasius I melarang Lupercalia dan menetapkan tanggal 14 Februari sebagai Hari Santo Valentine. Namun, baru pada Abad Pertengahan Hari Valentine mulai dikaitkan dengan cinta, terutama karena kepercayaan di Inggris dan Prancis bahwa 14 Februari adalah awal musim kawin burung.
Melansir History.com, salah satu referensi tertua mengenai Hari Valentine sebagai perayaan cinta tercatat dalam puisi “Parliament of Fowls” karya Geoffrey Chaucer pada tahun 1375. Dalam puisi tersebut, Chaucer menulis:
"
For this was on Seynt Valentyne’s day / Whan every foul cometh ther to choose his mate" (Karena Hari Ini Hari Valentine, dimana setiap burung memilih pasangan).
Pada abad ke-18, tradisi ini berkembang menjadi saling memberikan kartu, bunga, dan hadiah kecil di Inggris. Di Amerika Serikat, kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal mulai dijual pada tahun 1840-an oleh Esther A. Howland, yang dikenal sebagai "Bunda Valentine."
Hingga kini, Hari Valentine telah menjadi salah satu hari dengan penjualan kartu tertinggi di dunia, hanya kalah oleh Natal.
Tradisi memberikan cokelat mulai populer di Jepang pada awal abad ke-20, diperkenalkan oleh perusahaan-perusahaan cokelat. Wanita memberikan cokelat kepada pria pada 14 Februari, sementara pria membalasnya pada Hari Putih yang jatuh pada 14 Maret.
Cokelat dianggap sebagai simbol manisnya cinta, dan tradisi ini terus berkembang dengan berbagai jenis cokelat, mulai dari "giri-choco" (cokelat kewajiban) hingga "honmei-choco" (cokelat untuk orang yang dicintai).
Selain itu, simbol Cupid yang dikenal sebagai dewa cinta Romawi sering diasosiasikan dengan Hari Valentine. Cupid, digambarkan sebagai anak kecil bersayap dengan busur dan panah, dipercaya memiliki kekuatan untuk membuat seseorang jatuh cinta. Asosiasi ini semakin kuat di era Victoria ketika ilustrasi Cupid banyak digunakan dalam kartu ucapan Valentine.
Hari Valentine juga melahirkan tradisi menulis puisi cinta. Salah satu puisi cinta terkenal adalah "Roses are red, violets are blue," yang pertama kali muncul dalam literatur Inggris pada abad ke-16. Puisi ini terus digunakan sebagai ekspresi cinta hingga kini, sering dengan variasi yang kreatif.
Hari Valentine juga tidak lepas dari kontroversi. Beberapa pihak mengkritik perayaan ini sebagai bentuk komersialisasi dan kehilangan makna aslinya. Di beberapa negara, seperti India dan Arab Saudi, Hari Valentine mendapat tentangan karena dianggap tidak sesuai dengan budaya lokal.
Namun, Hari Valentine adalah contoh bagaimana tradisi kuno dapat berkembang menjadi fenomena budaya global. Dengan akar yang berasal dari legenda, agama, dan tradisi pagan, hari ini telah melampaui batas-batas budaya dan agama, menjadi simbol universal cinta dan kasih sayang.