Ilustrasi dolar AS. Foto: MI
Insi Nantika Jelita • 6 August 2024 16:58
Jakarta: Senior economist DBS Bank Radhika Rao mengungkapkan dolar Amerika Serikat akan menguat dan tidak terpengaruh siapa yang akan menjadi presiden terpilih Amerika Serikat.
Seperti diketahui, kedua kandidat calon presiden AS Donald Trump dan Kamala Harris berupaya terus menguatkan nilai dolar AS dengan menerapkan proteksionisme terhadap Tiongkok.
"Siapapun yang menang, kelihatannya dolar masih akan cukup kuat. Tapi mungkin tidak sekuat sekarang. Kedua kandidat kelihatannya masih tetap negatif atau anti terhadap Tiongkok," ujar Radhika dalam sebuah diskusi dilansir Media Indonesia, Selasa, 6 Agustus 2024.
Radhika menambahkan meski The Fed akan agresif memangkas suku bunga ke depan, Bank Indonesia diramalkan masih berhati-hati menurunkan suku bunga atau BI rate.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Juli 2024 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 6,25 persen, suku bunga deposit facility atau penempatan dana rupiah sebesar level 5,50 persen, dan suku bunga lending facility atau penyediaan dana rupiah tetap 7 persen.
"Mungkin dari sisi penurunan suku bunga di Indonesia tidak akan se-agresif ketimbang Amerika. Jadi, kalau Amerika mungkin turunkan dua kali atau empat kali, mungkin BI tidak sebanyak itu," ujar dia.
Ekspektasi pasar
Dalam kesempatan yang sama, Equities Specialist DBS Group Research Maynard Arif mengungkapkan ekspektasi pasar terkait pemangkasan suku bunga oleh The Fed diprediksi mendorong pelemahan dolar AS.
Hal itu berdampak pada penguatan mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Dengan penurunan suku bunga The Fed, kita harapkan dolar akan melemah sehingga rupiah menguat. Di tahun ini, tren penguatan rupiah mungkin masih di kisaran Rp16 ribuan per dolar AS," jelas Maynard.
Ia menuturkan, dengan pertimbangan The Fed yang bakal memangkas suku bunga hingga empat kali, akan membuat rupiah menguat lebih tajam hingga ke level Rp15 ribuan per dolar AS di tahun depan.