Yield Obligasi Dolar AS Sejumlah BUMN Terkerek Naik

Dolar AS. Foto: MI.

Yield Obligasi Dolar AS Sejumlah BUMN Terkerek Naik

Arif Wicaksono • 24 June 2024 18:23

New York: Obligasi dolar AS milik perusahaan listrik milik negara di Asia mengalami dampak paling buruk selama dua minggu terakhir karena meningkatnya kekhawatiran terhadap utang negara. Hal ini telah menekan peminjam lokal, yang menghadapi jatuh tempo sebesar USD6 miliar hingga akhir 2025.
 

baca juga: 

Rupiah Dibuka Melemah Tipis

Enam dari 10 obligasi dengan penurunan terbesar di pasar obligasi Asia pada periode tersebut adalah surat utang dari PT Perusahaan Listrik Negara. Selain itu, premi imbal hasil (yield premium) pada beberapa surat utang perusahaan negara lainnya PT Pertamina dan PT Hutama Karya juga naik ke level tertinggi dalam tiga bulan.

Rata-rata selisih surat utang korporasi dan quasi-sovereign telah meningkat enam basis poin pada Juni, yang terbesar dalam lima bulan terakhir. Hal ini terjadi setelah Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menaikkan rasio utang negara untuk mendanai janji-janji belanjanya.

Pada Jumat, nilai tukar rupiah mencapai titik terendah baru dalam empat tahun terakhir, sehingga membuat perusahaan lokal lebih mahal untuk membayar utang dolar mereka.

"Ketatnya selisih kredit secara umum saat ini memberikan sedikit ruang bagi volatilitas suku bunga atau perubahan buruk dalam persepsi risiko, sementara pelemahan rupiah tentu berdampak buruk bagi pembayaran utang luar negeri di masa depan,” kata Ahli strategi Kredit Senior Asia di Australia & Selandia Baru Ting Meng, dilansir Business Times, Senin, 24 Juni 2024.

Spread uang kertas dolar AS PLN yang jatuh tempo pada Juni 2050, Mei 2048, dan Juli 2049 melonjak ke level tertinggi dalam tiga bulan pada minggu lalu. Premi imbal hasil obligasi mata uang AS dari Pertamina yang jatuh tempo pada Februari 2060 mencapai level tertinggi sejak Maret.

Biaya pembiayaan kembali naik

Surat utang kuasi-negara ini memiliki peringkat tertinggi di antara obligasi negara karena hubungannya dengan peringkat negara pemerintah. Spread yang semakin melebar berarti emiten dengan peringkat lebih rendah harus menawarkan premi imbal hasil yang lebih tinggi pada obligasi baru.

Hal ini kemungkinan besar akan meningkatkan biaya refinancing (pembiayaan kembali) utang korporasi negara tersebut, dengan lebih dari USD6 miliar surat utang AS akan jatuh tempo hingga akhir 2025, lebih besar dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina.

"Selisih kredit yang lebih luas disebabkan oleh kekhawatiran baru mengenai kebijakan fiskal, yang telah mempengaruhi sentimen terhadap aset-aset berisiko di Indonesia," kata Kepala Penelitian Pendapatan Tetap di Maybank Securities Pte di Singapura Winson Phoon.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)