Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Jakarta: Setiap tahun pada Oktober, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan Bulan Inklusi Keuangan. Meskipun istilah ini mungkin masih asing bagi beberapa orang, bagi yang mengikuti perkembangan ekonomi, inklusi keuangan sudah cukup kenal dan memahaminya.
Dengan memahaminya, seseorang dapat melihat peluang besar bagi setiap individu untuk berperan aktif dalam perekonomian. Melansir dari laman Home Credit, terdapat penjelasan lebih lengkap tentang inklusi keuangan agar lebih memahaminya. Simak berikut penjelasan di bawah ini.
Apa itu inklusi keuangan?
Menurut Bank Dunia, inklusi keuangan adalah keterjangkauan akses bagi individu dan bisnis terhadap produk dan layanan keuangan yang bermanfaat, seperti transaksi, tabungan, kredit, asuransi, dan pembayaran, yang disediakan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Contohnya terdapat dalam kehidupan sehari-hari, seperti program pembukaan rekening bagi masyarakat unbanked, pinjaman ultra mikro, akses kredit untuk UMKM, layanan keuangan digital berbasis aplikasi, serta peningkatan
literasi keuangan.
Apa saja indikator inklusi keuangan?
Bank Dunia menggunakan beberapa indikator atau alat bantu untuk mengukur tingkat inklusi keuangan di suatu negara. Tiga indikator utama yang sering dipakai adalah:
1. Kepemilikan rekening (formal
account). Persentase orang dewasa yang memiliki sebuah rekening di lembaga keuangan formal seperti bank, koperasi, atau lembaga keuangan mikro.
2. Menabung di lembaga keuangan formal (formal
saving). Persentase individu yang secara aktif menabung di lembaga keuangan formal.
3. Meminjam dari lembaga keuangan formal (formal
credit). Persentase individu yang pernah meminjam uang dari lembaga keuangan formal untuk keperluan konsumsi atau produktif.
Bulan Inklusi Keuangan
Untuk mengevaluasi kemajuan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, OJK tahun ini meluncurkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK). Survei ini bertujuan mengukur tingkat literasi serta menjadi suatu ukuran inklusi keuangan.
Dalam pelaksanaannya, OJK juga bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan melibatkan 10.800 responden dari berbagai wilayah di Indonesia.
Berdasarkan hasil survei SNLIK 2024, berikut adalah ringkasan angka-angka penting:
- Indeks Literasi Keuangan Nasional: 65,43 persen.
- Literasi Keuangan Konvensional: 65,09 persen.
- Literasi Keuangan Syariah: 39,11 persen.
- Indeks Inklusi Keuangan Nasional: 75,02 persen.
- Inklusi Keuangan Konvensional: 73,55 persen.
- Inklusi Keuangan Syariah: 12,88 persen.
(Ilustrasi. Foto: Freepik)
Langkah pecut literasi-inklusi keuangan
Berdasarkan hal tersebut, OJK akan terus menerapkan suatu langkah strategis untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Dari situs resmi OJK, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Waspada dan melek isu keuangan.
2. Manfaatkan platform keuangan digital.
3. Aktif dalam kampanye keuangan.
4. Ikuti seminar dan lokakarya.
5. Jalankan atau dukung UMKM lokal.
Bulan Inklusi Keuangan yang dirayakan setiap Oktober adalah suatu momentum penting untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam layanan keuangan. Melalui program ini, diharapkan semakin banyak orang dan pelaku usaha yang dapat mengakses produk dan layanan keuangan yang bermanfaat, terjangkau, dan berkelanjutan.
Dengan demikian, inklusi keuangan bukan hanya sekadar tujuan ekonomi, tetapi juga suatu langkah nyata menuju kesejahteraan yang lebih merata bagi seluruh lapisan masyarakat. (Muhammad Rizky H)