Menengok Masjid Peninggalan Raden Trenggono di Bantul

Masjid Sabilurrosyaad di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul. Metrotvnews.com/ Ahmad Mustaqim

Menengok Masjid Peninggalan Raden Trenggono di Bantul

Ahmad Mustaqim • 7 March 2025 13:54

Bantul: Masjid Sabilurrosyaad berdiri di tengah perkampungan di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Masjid ini bersejarah dan telah mengalami renovasi. 

Fisik bangunan masjid ini masih kental dengan zaman dahulu. Bangunan utama ditopang empat tiang di tengah, terdapat serambi masjid, dan tempat wudhu terdapat kolam untuk membersihkan kaki.

Takmir Masjid Sabilurrosyaad, Haryadi, menuturkan bangunan yang akrab disebut Masjid Kauman Wijirejo ini dipercayai jadi peninggalan Panembahan Bodho atau Raden Trenggono, cicit dari Raja Brawijaya V raja Majapahit. Masjid tersebut dibangun awal pada 1485 Masehi oleh Raden Trenggono yang merupakan salah satu murid dari Sunan Kalijaga.

"Masjid ini semula dibangun dengan ukuran 7x7, dan sampai saat ini sudah beberapa kali mengalami beberapa kali pemugaran sehingga luasnya dua kali lipat dari semula," kata Haryadi di Bantul, Jumat, 7 Maret 2025. 
 

Baca: Wajah Islam Mataraman di Masjid Patok Negara Mlangi Yogyakarta
 
Apabila menghitung sejak awal pendirian, masjid tersebut telah berusia 540 tahun. Menurut Haryadi, beberapa momen pemugaran masjid terjadi pada era kolonial Belanda, dan pada 1995 dan 1997. Pemugaran beberapa kali tersebut membuat sejumlah peninggalan sejarah sudah hilang. 

Salah satu saksi sejarah peradaban yang masih ada yakni jam bancet. Sebuah cekungan tembaga dengan penyangga adonan semen yang dipadatkan terpatri di sisi utara Masjid Sabilurrosyaad. Di tepi cekungan tembaga tersebut tergurat deretan angka.
 
Angka 5 hingga 1 terdapat di sisi kiri, dan angka 7 hingga 11 ada di sisi kanan. Sementara, angka 12 berada tepat di tengah.
 
Cekungan tembaga dengan tulisan angka tersebut merupakan jam tradisional sebagai penunjuk waktu salat. Masyarakat setempat menyebut jam matahari atau jam matahari bencet. Jam tersebut sudah berusia lebih dari 60 tahun.

Haryadi mengungkapkan menjelaskan jam manual dengan dasar sinar matahari itu ada sejak 1950. Jam tersebut mulanya dibawa santri yang pernah mengaji di di Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah. Haryadi tak ingat pasti kapan jam itu tiba di masjid tersebut.
 
"Yang pasti jam ini ada sebelum (Indonesia) merdeka. Dulu berpindah-pindah, sesuai tempat yang relatif tidak terhalang adanya sinar matahari," ungkapnya.

Jam tersebut sudah tak digunakan. Takmir masjid sudah menggunakan jam modern yang otomatis sudah menunjukkan waktu memasuki waktu salah dan imsak. 

Suasana di lingkungan masjid tersebut masih terasa nuansa islam saat bulan ramadan. Keberadaan Pondok Pesantren Al Imdad mendukung nuansanya dengan hilir mudik para santri. Sementara, kegiatan mengaji hingga pengajian diselenggarakan sejak sore hingga jelang tengah malam. 

 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)