Ilustrasi. Foto: Medcom
Fachri Audhia Hafiez • 3 March 2025 22:26
Jakarta: Komisi III DPR menyoroti putusan perkara kasasi mantan Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Alex Denni. Diduga, ada pemalsuan putusan dalam perkara tersebut.
Hal itu Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi III DPR bersama bersama Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan Keluarga Alex Denni. Menurut dia, dugaan pemalsuan timbul karena putusan tersebut ditandatangani oleh hakim yang sudah meninggal.
“Ada dugaan pemalsuan putusan karena ada orang meninggal bisa tanda tangan. Itu kan enggak mungkin kalau enggak palsu,” kata Habiburokhman saat dikutip Senin, 3 Maret 2025.
Komisi III DPR akan meminta Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk mengusut tuntas kejanggalan prosedural dalam kasus Alex. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem Lola Nelria mendorong hal itu karena ada dugaan kejanggalan.
“Khususnya terkait hakim yang telah meninggal dunia namun tercatat menandatangani putusan serta mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh agar tidak terjadi kembali disparitas putusan,” ucap Lola.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Benny Utama mengatakan banyak keganjilan dalam perkara Alex Denni. Dia meminta agar Peninjauan Kembali (PK) dimaksimalkan.
“Banyak sekali kejanggalan dalam perkara ini, termasuk soal transparansi dengan tidak dipublikasikannya putusan. Begitu juga dengan eksekusinya. Aneh rasanya sudah 12 tahun baru dieksekusi. Jadi, permohonan Peninjauan Kembali Alex Denni ini arus dimaksimalkan sebagai upaya terakhir kita,” ujar Benny.
Ketua PBHI Julius Ibrani menyampaikan dua kejanggalan dari putusan tersebut. Pertama, hakim yang namanya tercantum dalam putusan sudah meninggal dunia sebelum vonis.
Hakim yang dimaksud ialah hakim Ad Hoc Tipikor H. Hamrad Hamid, SH, selaku anggota majelis perkara kasasi. Sehingga dinyatakan tidak dapat menandatangani putusan.
"Jadi, tanggal putusan perkara kasasi Alex Denni adalah 14 November 2013. Sementara salah satu hakim sudah meninggal dunia pada 7 September 2013," kata Julius.
Julius mengatakan tanggal putusan Perkara Kasasi Nomor 163K/Pid.Sus/2013 tidak sesuai dengan tanggal rapat permusyawaratan, penandatanganan, dan pengumuman oleh Majelis Hakim, yakni pada 26 Juni 2013. Sedangkan tanggal dalam dokumen putusan tercatat pada 14 November 2013.
“Selain itu, putusan yang hanya ditandatangani oleh dua hakim pada 14 November 2013 adalah tidak sah karena seharusnya ditandatangani oleh seluruh hakim yang mengadili perkara,” tegas Julius.
Selain itu, perkara kasasi Alex Denni disidangkan oleh Ketua Majelis Hakim Dr. H.M. Imron Anwari, SH., Sp.N., MH., yang berasal dari Peradilan Militer. Padahal, perkara yang disidang tidak ada relevansinya dengan militer, melainkan peradilan umum.
“PBHI menelusuri pemeriksaan perkara Kasasi di tahun 2010, 2011, dan 2012, faktanya tidak ada satu pun perkara di Peradilan Umum yang diperiksa oleh Hakim Peradilan Militer, kecuali Perkara Alex Denni,” imbuh Julius.
Selain dua kejanggalan tersebut, PBHI menemukan kejanggalan lain yang memperkuat dugaan pemalsuan putusan. Dari sisi administrasi dan transparansi, hanya putusan Alex Denni di tingkat kasasi yang dipublikasikan. Sedangkan dua putusan di tingkat pertama dan tingkat banding tidak dipublikasikan.