Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: dok MI/Immanuel Antonius.
M Ilham Ramadhan Avisena • 3 May 2025 12:55
Jakarta: Data kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia (World Bank) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan selisih yang signifikan, namun keduanya tidak saling bertentangan. Perbedaan tersebut muncul karena adanya perbedaan metodologi, standar, dan tujuan penghitungan.
Unit Kerja Kepala Statistik Bidang Media dan Komunikasi BPS Eko Rahmadian menjelaskan, perbedaan hasil kemiskinan dari Bank Dunia dan BPS bukan merupakan hal yang kontradiktif, melainkan penggunaan pendekatan yang berbeda.
"Bank Dunia menyebut pada 2024, sebanyak 60,3 persen penduduk Indonesia atau sekitar 171,8 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan, sementara BPS mencatat hanya 8,57 persen atau 24,06 juta jiwa per September 2024. Ini bukan kontradiksi, melainkan perbedaan pendekatan," ucap Eko dikutip dari siaran pers, Sabtu, 3 Mei 2025.
Bank Dunia, lanjut dia, menggunakan standar garis kemiskinan global berdasarkan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP), dengan tiga kategori USD2,15 untuk kemiskinan ekstrem; USD3,65 untuk negara berpendapatan menengah bawah; dan USD6,85 untuk negara berpendapatan menengah atas.
Standar terakhir itu yang digunakan untuk menghitung angka kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia, yang didasarkan pada median 37 negara berpendapatan menengah atas. "Kurs yang digunakan adalah paritas daya beli, bukan kurs pasar. Pada 2024, USD1 PPP setara dengan Rp5.993,03," jelas Eko.
Sementara itu, BPS mengukur kemiskinan dengan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN). Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan dan non-makanan, seperti tempat tinggal, pendidikan, transportasi, dan kesehatan. Komponen makanan didasarkan pada kebutuhan konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari.
"Garis kemiskinan BPS berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan dua kali setahun. Pengukuran dilakukan di tingkat rumah tangga karena konsumsi bersifat kolektif," kata Eko.
Ia menambahkan, pada September 2024, garis kemiskinan nasional per kapita tercatat sebesar Rp595.242 per bulan. Dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin sebesar 4,71 orang, maka garis kemiskinan untuk satu rumah tangga secara nasional adalah Rp2.803.590 per bulan.
Baca juga: Mensos Beberkan 2 Jurus Jitu Presiden Prabowo Berantas Kemiskinan Ekstrem |