Pemerintah Dapat 3 Catatan terkait Utang Negara

Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

Pemerintah Dapat 3 Catatan terkait Utang Negara

Angga Bratadharma • 14 June 2023 13:01

Jakarta: Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan memberikan beberapa catatan terkait dengan pengelolaan utang negara, mulai dari besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) setiap tahun, tingginya yield dibandingkan dengan negara ASEAN, hingga kulminasi utang di masa depan.

Hal itu dikatakan Marwan saat Komisi XI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan beberapa pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan RI dalam agenda pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Tahun 2024.

"Saya ingin memberikan beberapa penekanan, karena bagaimanapun juga pagu indikatif dan rencana kerja ini kita buat, untuk membuat Kementerian Keuangan terutama dirjen terkait dengan pembiayaan dan risiko ini perform dalam mengelola utang kita. Salah satu tugasnya seperti itu,” tutur Marwan, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 14 Juni 2023.

Dalam rapat tersebut, ia mengingatkan setiap tahunnya terdapat SILPA yang cukup besar padahal uang tersebut didapatkan dari pembiayaan utang. Marwan mencontohkan SILPA pada 2020 menembus Rp245 triliun, SILPA di 2021 sebesar Rp84,9 triliun, dan sebesar Rp111 triliun untuk SILPA 2022.

"Ini kan sederhananya kita ngomong ini uang sisa yang tidak terpakai, padahal sejatinya uang ini kita peroleh dari pembiayaan artinya dari utang. Nah ini tentu tidak di pure Bapak, tentu yang belanja juga harus dimarahi, karena kenapa sudah utang kok tidak belanja, kan gitu?" tegasnya.

"Tetapi ini bagian dari evaluasi kita, makin besar SILPA yang tersisa dari APBN kita berarti makin besar juga uang hasil pinjaman yang tidak kita pakai dan ini adalah uang yang berbunga," tambahnya.

Tingginya imbal hasil investasi

Hal lain yang menjadi penekanan adalah mengenai tingginya yield atau imbal hasil investasi. Marwan menilai imbal hasil yang ada di Indonesia terbilang sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara.

Sebelumnya, Dirjen PPR menyampaikan bahwa dengan ajuan pagu indikatif Rp21,39 miliar untuk ‘Program Perbendaharaan, Kekayaan Negara dan Risiko’ maka ditetapkan target imbal hasil Surat Berharga Negara sebesar (6,49-6,91 persen) sebagai indikator program.

"Yang kedua tentang yield yang terjadi setiap tahun. Indonesia ini tinggi sekali biaya bunganya, jauh dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Nah, ini harus jadi solusi ke depan. Jangan kita nyaman karena kemudahan-kemudahan, kita pinjam via SBN akibatnya kita tidak kreatif untuk mencari dana-dana yang lebih murah," tuturnya.

Catatan terakhir yang disampaikan oleh Anggota Badan Anggaran DPR RI itu adalah terkait catatan BPK mengenai kulminasi utang yang akan terjadi pada periode 2025-2030. Hal tersebut diperkirakan terjadi lantaran adanya pinjaman yang jatuh tempo secara bersamaan.

Menutup pernyataannya, Marwan berharap DJPPR dapat memberikan perhatian pada tiga poin yang disampaikannya tersebut. "Nah jadi pada tiga sektor tersebut, saya minta untuk menjadi perhatian. Pertama terkait SILPA mungkin tidak 100 persen di Bapak, yang kedua terkait imbal hasil pinjaman, yang ketiga terkait kulminasi utang 2025-2030," tutup Marwan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Angga Bratadharma)