Ilustrasi SPBU. Dok. Istimewa
Riza Aslam Khaeron • 3 March 2025 13:00
Jakarta: Kasus mega korupsi di tubuh PT Pertamina kembali menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa perusahaan pelat merah ini mengalami kerugian negara hingga Rp193,7 triliun per tahun akibat praktik korupsi yang berlangsung selama lima tahun, dari 2018 hingga 2023.
Melansir laman Universitas Gajah Mada (UGM), pengamat Ekonomi Energi dari UGM, Dr. Fahmy Radhi, MBA, menilai bahwa skandal ini telah mengaburkan modus utama perampokan negara melalui markup impor minyak mentah, impor BBM, dan pengapalan impor minyak mentah dan BBM.
“Kalau migrasi konsumen ini meluas, tidak hanya merugikan Pertamina, tetapi juga akan terjadi pembengkakan beban APBN untuk subsidi BBM. Pertamina harus segera menghentikan penyangkalan terhadap temuan Kejaksaan Agung yang justru kontra-produktif,” ujar Fahmy di Kampus UGM pada Senin, 3 Maret 2025, seperti dikutip dari laman UGM.
Menurut Fahmy, Kejaksaan Agung harus tetap fokus dalam menangani dugaan mega korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023.
Kasus ini melibatkan sejumlah petinggi di berbagai anak perusahaan Pertamina, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, serta beberapa Direktur Utama dan Komisaris dari perusahaan swasta yang berhubungan dengan Pertamina.
Baca Juga: Dirut PT Pertamina Sampaikan Permintaan Maaf Soal Kasus Tata Kelola Minyak Mentah |