Gaza terus dibombardir serangan Israel. Foto: Anadolu
Gaza: Militer Israel melancarkan serangan darat ke Kota Gaza Selasa 16 September 2025 pagi waktu setempat. Menurut tiga pejabat Israel, mereka memulai operasi berisiko untuk menguasai wilayah penting, meskipun ratusan ribu warga Palestina masih berada di sana.
Dua pejabat tersebut mengatakan invasi darat masih dalam tahap awal. Mereka semua berbicara dengan syarat anonim untuk membahas operasi militer dan pemerintah yang sensitif.
Operasi darat dan meningkatnya pengeboman Israel berisiko memperdalam krisis kemanusiaan dalam perang yang telah berlangsung hampir dua tahun dan telah menewaskan puluhan ribu orang.
Rencana Israel untuk serangan tersebut, yang telah direncanakan selama hampir dua bulan, telah menuai kritik internasional yang sengit dan meredupkan harapan akan tercapainya perjanjian gencatan senjata dengan
Hamas yang telah didorong oleh banyak pejabat asing dan warga Israel.
Avichai Adraee, juru bicara militer Israel berbahasa Arab, mengatakan bahwa militer telah "mulai membongkar infrastruktur teroris Hamas di Kota Gaza."
"Gaza sedang terbakar," kata Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dalam sebuah pernyataan setelah semalaman pemboman besar-besaran di Kota Gaza.
“Militer Israel menyerang infrastruktur teroris dengan tangan besi," tambah Katz, seperti dikutip
The New York Times.
Para pejabat Israel mengatakan bahwa rencana pengambilalihan Kota Gaza bertujuan untuk mencegah Hamas berkumpul kembali dan merencanakan serangan di masa mendatang, seperti serangan mematikan pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan yang memicu perang. Sekitar 1.200 orang tewas dan sekitar 250 lainnya diculik selama serangan itu, kata para pejabat.
Setelah hampir dua tahun perang balasan Israel terhadap Hamas, Jalur Gaza sebagian besar telah rata dengan tanah dan sebagian wilayahnya mengalami kelaparan, menurut laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lebih dari 64.000 warga Palestina telah tewas, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, yang tidak membedakan antara kombatan dan warga sipil.
Bahkan sebelum dimulai, front militer baru di Gaza telah memecah belah warga Israel, banyak di antaranya khawatir hal itu akan semakin membahayakan sekitar 20 sandera yang telah ditawan Hamas sejak awal perang.
Sekelompok anggota keluarga sandera berunjuk rasa di luar rumah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Senin malam, beberapa di antaranya mendirikan tenda sebagai bentuk permohonan berkelanjutan kepada pemerintah agar tidak melakukan operasi darat di Gaza.