Ilustrasi. Gedung Balairung Universitas Indonesia (UI). Dok Humas UI.
Jakarta: Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) merespons sejumlah pernyataan Kementerian Kesehatan terkait kritik atas kebijakan pendidikan kesehatan yang dibuat. Ada tujuh poin pernyataan Guru Besar FK UI.
Guru besar FKUI mengaku menghargai niat Kemenkes untuk melakukan reformasi sistem kesehatan. Namun, beberapa pernyataan dari Kemenkes dinilai perlu diluruskan.
"Agar masyarakat mendapat gambaran yang utuh dan tidak keliru dalam menilai sikap para Guru Besar FK UI," tulis keterangan resmi Guru Besar FK UI, dikutip Minggu, 18 Mei 2025.
Berikut ini 7 poin sikap Guru Besar FK UI merespons pernyataan Kemenkes:
1. Keterlibatan FK UI dalam penyusunan kebijakan
Kemenkes mengungkapkan banyak lulusan FK UI dan ketua kolegium yang dilibatkan dalam membuat kebijakan.
Guru Besar FK UI mengungkapkan memang ada individu dari FK UI yang dilibatkan, tetapi hal tersebut tidak mewakili sikap resmi institusi. Keterlibatan beberapa orang di forum kecil tidak bisa disebut sebagai proses yang terbuka dan melibatkan semua pihak yang relevan. Kebijakan seharusnya dibahas bersama secara resmi dan melibatkan ahlinya serta institusi secara menyeluruh.
2. Ruang dialog dan kolaborasi
Kemenkes menyatakan terus membuka ruang dialog dan kerja sama.
Menurut, para Guru Besar FK UI, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Banyak keputusan sudah dibuat sebelum ada diskusi yang berarti. Akibatnya, dialog yang dibuka cenderung hanya jadi formalitas dan bukan tempat berdiskusi sungguh-sungguh. Kolaborasi seharusnya dimulai sejak awal perencanaan kebijakan, bukan setelah semuanya diputuskan.
3. Tujuan memperluas akses kesehatan
Kemenkes mengungkapkan tujuan reformasi adalah agar masyarakat lebih mudah mendapatkan layanan kesehatan.
Guru Besar FK UI menyatakan sepakat akses kesehatan harus merata. Tapi, jangan sampai mutu pendidikan dokter dikorbankan. Dokter harus melalui pendidikan yang berkualitas agar kompeten. Jika akses diperluas tapi mutu turun, tentu masyarakat yang akan dirugikan.
4. Posisi kolegium yang kini dianggap lebih independen
Kemenkes mengungkapkan kolegium kini berdiri di bawah Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dan langsung bertanggung jawab ke presiden, jadi lebih independen.
Sementara itu, menurut Guru Besar FK UI, jika kolegium berada langsung si bawah pemerintah, risiko tekanan politik atau kepentingan luar justru makin besar. Kolegium adalah badan ilmiah yang seharusnya bebas dari intervensi agar bisa menjaga kualitas pendidikan dan layanan secara objektif.
5. Pemilihan kolegium yang dianggap demokratis
Kemenkes menyebut pemilihan anggota kolegium dilakukan secara langsung dan transparan.
Guru Besar FK UI menilai demokratis atau tidak, yang penting adalah prosesnya jelas dan akuntabel. Harus ada kejelasan siapa yang memilih, bagaimana prosesnya, dan bagaimana kualitas para calon dinilai.
Bahkan, ada kasus di mana Menkes justru memilih ketua kolegium langsung (Kolegium Obgyn) mengabaikan hasil pemilihan yang sudah dilakukan.
6. Soal tuduhan kekerasan dalam pendidikan dokter spesialis
Kemenkes mengaku ingin melindungi peserta didik dari kekerasan
Guru Besar FK UI sepakat semua bentuk kekerasan harus dihapuskan. Meski demikian, tidak dapat digeneralisasi seolah pendidikan dokter spesialis penuh kekerasan. Hal tersebut merugikan citra profesi.
"Kalau ada pelanggaran, harus ditindak secara tepat melalui mekanisme yang berlaku, bukan dengan membuat kesan buruk terus-menerus," demikian keterangan para Guru Besar FK UI.
7. Penyelesaian masalah akses, mutu, dan SDM
Kemenkes menyebut semua kebijakan dibuat untuk mengtasi kekurangan
tenaga kesehatan dan meningkatkan pelayanan
Guru Besar FK UI mengatakan masalah tersebut nyata, tapi solusinya harus cermat dan berbasis bukti. Pendidikan dokter bukan sekadar menghasilkan tenaga kerja tapi membentuk profesional yang punya kompetensi dan tanggung jawa besar.
"Jangan disederhanakan demi target cepat, karena dampakanya bisa serius bagi keselamatan pasien," tegas Guru Besar FK UI.
Polemik pendidikan kesehatan
Polemik terkait pendidikan kesehatan ini bermula ketika para Guru Besar FK UI mengirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto, Jumat, 16 Mei 2025. Surat terbuka ini terkait perubahan tata kelola Kolegium imbas UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.
Para Guru Besar FK UI menilai keberadaan kedua regulasi itu telah membuat Kolegium tak lagi independen yang berpotensi menurunkan standar kedokteran di Indonesia.
Para guru besar FK UI juga menyoroti mutasi yang dilakukan Kemenkes kepada dokter di sejumlah Rumah Sakit yang memicu polemik dan protes. Mereka menilai mutasi yang dilakukan Kemenkes tersebut berpotensi mengganggu kesinambungan dokter spesialis dan sub spesialis.