Duta Besar Palestina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Riyad Mansour. Foto: Anadolu
New York: Duta Besar Palestina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Riyad Mansour, mengecam keras keputusan Amerika Serikat memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera dan akses bantuan kemanusiaan tanpa batas di Gaza. Ia menyebut resolusi itu sebagai "langkah yang sudah lama dinantikan" untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina.
“Resolusi ini memiliki tujuan sederhana: menyerukan gencatan senjata yang memungkinkan dimulainya upaya besar-besaran untuk mengakhiri bencana kemanusiaan, menghentikan genosida, membebaskan sandera dan tahanan, serta menarik pasukan pendudukan Israel dari Gaza,” tegas Mansour dalam sidang Dewan Keamanan, Rabu 4 Juni 2025.
Kelaparan yang direkayasa dan tuduhan genosida
Melansir dari
Anadolu, Kamis 5 Juni 2025, Mansour mengungkapkan bahwa sekitar 2 juta warga Palestina, termasuk 1 juta anak-anak, kini berada di ambang kelaparan akibat “kelaparan yang direkayasa.” Ia menuding Israel secara sengaja membatasi pergerakan warga Gaza ke wilayah sempit guna memfasilitasi pengusiran massal dan aneksasi.
“Ini harus dihentikan,” seru Mansour. Ia menuntut agar Israel membuka seluruh perlintasan perbatasan dan mengizinkan distribusi bantuan secara merata di seluruh wilayah Gaza. Ia juga menekankan pentingnya peran lembaga kemanusiaan dan PBB untuk bekerja tanpa hambatan.
Mansour juga menuduh Israel telah melanggar hukum internasional dan melakukan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan, dengan merujuk pada perintah pengadilan internasional dan berbagai resolusi PBB.
Langkah selanjutnya
Merespons kegagalan Dewan Keamanan akibat veto AS, Mansour menyatakan akan segera membawa resolusi tersebut ke Majelis Umum PBB, forum yang tidak memungkinkan penggunaan hak veto oleh negara manapun.
“Kami akan menuju Majelis Umum dalam beberapa hari ke depan,” kata Mansour. Ia juga menyerukan negara-negara anggota PBB untuk bertindak atas kapasitas nasional masing-masing guna menghentikan kejahatan yang sedang berlangsung di Gaza.
“Kalian memiliki alat yang tersedia untuk digunakan,” tegasnya, merujuk pada instrumen hukum internasional yang bisa digunakan negara-negara untuk menekan Israel dan menghentikan penderitaan warga Gaza.
Dalam pidatonya, Mansour juga mengajak negara-negara dunia untuk mengambil langkah berani, mengacu pada sejarah perlawanan terhadap apartheid di Afrika Selatan sebagai preseden. “Ambil langkah pertama. Yang lain akan mengikuti,” serunya.
Amerika Serikat sebelumnya telah empat kali memveto resolusi serupa sejak perang di Gaza pecah pada Oktober 2023, yakni pada Oktober dan Desember 2023, serta Februari dan November 2024.
Israel terus menolak seruan gencatan senjata internasional. Sejak Oktober 2023, lebih dari 54.600 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dilaporkan tewas akibat ofensif militer Israel di Gaza.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada November 2024 telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) yang diajukan oleh sejumlah negara atas tindakan militernya terhadap warga sipil di Gaza.
(Muhammad Reyhansyah)