Mobil listrik Tiongkok. Foto: Unsplash.
Berlin: Asosiasi otomotif Jerman (VDA) telah mendesak Komisi Eropa untuk menurunkan tarif yang direncanakan terhadap kendaraan listrik buatan Tiongkok dalam upaya terakhir untuk memengaruhi negosiasi menjelang tarif.
Asosiasi tersebut mengatakan tarif tersebut akan merugikan produsen mobil Eropa dan AS yang mengekspor dari Tiongkok dan berisiko melakukan pembalasan oleh Tiongkok dengan tarif balasan, yang akan memberikan pukulan keras bagi industri Jerman mengingat tingginya volume ekspor ke Tiongkok.
"Komisi seharusnya fokus pada pengamanan akses terhadap bahan mentah penting, yang banyak di antaranya dikendalikan oleh Tiongkok, untuk industri kendaraan listrik Eropa, mengurangi hambatan terhadap akses pasar, dan menciptakan transparansi pada kebijakan perdagangan," kata VDA, dilansir
Channel News Asia, Kamis, 4 Juli 2024.
Asosiasi menjelaskan nilai ekspor mobil penumpang dari Jerman ke Tiongkok tahun lalu lebih dari tiga kali lipat nilai impor dari Tiongkok, dan nilai ekspor oleh pemasok komponen empat kali lipat dari nilai impor.
"Tarif antisubsidi bukanlah langkah yang memadai untuk memperkuat daya saing dan ketahanan Eropa dalam jangka panjang," kata dia.
Tiongkok dan Komisi Eropa telah melakukan negosiasi sejak pekan lalu mengenai pembatasan yang ingin dihapuskan oleh Beijing, dan menolak tuduhan subsidi yang tidak adil.
Menanti kedatangan pihak Tiongkok
Komisi Uni Eropa mengharapkan Tiongkok untuk menghadiri pembicaraan teknis yang berlangsung minggu ini dengan peta jalan untuk mengatasi subsidi yang merugikan industri kendaraan listriknya.
Bulan lalu, produsen mobil Tiongkok telah mendesak Beijing untuk menaikkan tarif impor mobil berbahan bakar bensin dari Eropa sebagai pembalasan atas tarif tersebut.
Menurut data bea cukai Tiongkok, Tiongkok menyumbang sekitar 30 persen penjualan produsen mobil Jerman, dan Jerman sejauh ini merupakan eksportir terbesar kendaraan bermesin 2,5 liter atau lebih ke negeri tirai bambu itu.
Menurut survei Ifo sepertiga ekonom berpendapat bahwa ini adalah langkah yang tepat untuk melawan subsidi Tiongkok, sepertiga lainnya lebih memilih tidak mengenakan tarif sama sekali karena takut akan perang dagang.
"Berurusan dengan Tiongkok merupakan sebuah tantangan," kata Ekonom Ifo Niklas Potrafke.