Rudal Iran yang diluncurkan ke Israel. Foto: Anadolu
Washington: Pemerintah Amerika Serikat (AS) dikabarkan tengah dilanda kekhawatiran mendalam atas semakin cepatnya penyusutan persediaan rudal interseptor milik Israel di tengah perang yang terus berlangsung dengan Iran.
“Israel mengandalkan sistem pertahanan udara canggih seperti Arrow, yang dikembangkan bersama oleh AS dan Israel, untuk menghadang ancaman rudal balistik jarak jauh. Namun, sejak dimulainya Operasi True Promise III oleh Iran pada 13 Juni, sistem ini digunakan dalam jumlah besar akibat intensitas serangan,” demikian dilaporkan Middle East Eye mengutip seorang pejabat senior AS.
Dan Caldwell, mantan pejabat senior Pentagon, menjelaskan bahwa jenis interseptor yang mampu menahan rudal balistik sangat mahal dan tidak mudah diproduksi dalam jumlah besar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa stok yang tersisa dapat segera habis jika konflik terus bereskalasi.
"Israel dan AS kemungkinan besar akan mulai melakukan pengaturan penggunaan rudal interseptor mereka," ujar Caldwell, seperti dikutip
PressTV, Rabu 18 Juni 2025.
Kondisi ini diperparah dengan konsumsi rudal pertahanan yang sebelumnya sudah tinggi dalam menghadapi serangan dari Yaman dan dari fase-fase sebelumnya, termasuk
True Promise I pada April 2024.
Josh Paul, mantan pejabat Kementerian Luar Negeri AS yang mengundurkan diri karena kebijakan AS terhadap Gaza, mengatakan bahwa tantangan terbesar kini bukan hanya pada jumlah rudal, melainkan juga peluncurnya.
Sementara itu, tiga pejabat Arab yang terlibat dalam mediasi antara Washington dan Teheran menyebutkan bahwa keterlibatan langsung AS dalam serangan terhadap Iran makin dekat. Mereka bahkan menyebut AS sebagai
“ko-belligerent” dalam konflik ini.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa Angkatan Laut AS telah menggunakan rudal interseptor berbasis kapal, SM-3, dari Laut Mediterania timur untuk menahan serangan Iran, namun persediaannya pun terbatas.
Pada Selasa malam, mantan Presiden Donald Trump mengadakan pertemuan darurat dengan penasihat keamanan nasional di Situation Room Gedung Putih. Trump, yang berada di bawah tekanan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kelompok lobi Israel di Washington, tetap mengisyaratkan sikap keras terhadap Iran.
Meski Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, menyatakan bahwa Iran tidak tengah mengembangkan senjata nuklir, Trump menulis di media sosial,
“UNCONDITIONAL SURRENDER!” atau
"menyerah tanpa syarat"—sebuah pernyataan yang dipandang sebagai peringatan langsung kepada Teheran sekaligus indikasi keterlibatan erat dengan Israel.
(Muhammad Reyhansyah)