Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana
Jakarta: Sejumlah mahasiswa yang ditangkap kasus dugaan perusakan dan penghasutan saat demo May Day atau Hari Buruh Internasional mendatangi Gedung Bareskrim Polri, Jakarta. Mereka melaporkan anggota Polda Metro Jaya atas dugaan kasus kekerasan seksual hingga pengeroyokan.
Para mahasiswa itu didampingi Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Anggota TAUD, Guntur, mengatakan para peserta aksi massa peringatan Hari Buruh Internasional telah ditangkap sewenang wenang. Selain itu, mengalami tindak kekerasan oleh anggota Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
"Yang kami duga kuat dilakukan di bawah flyover Ladokgi dengan menggunakan pakaian bebas," kata Guntur di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 16 Juni 2025.
Menurutnya, ada sejumlah tindak pidana yang telah terjadi kepada para korban pada Kamis, 1 Mei 2025. Seperti, tindak pidana kekerasan seksual, penganiayaan, dan pengeroyokan yang diduga kuat dilakukan oleh sejumlah orang yang menggunakan pakaian bebas tanpa atribut kepolisian.
"Lalu yang ketiga, kami juga akan melakukan pengaduan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan dan Wasidik Mabes polri atas tindakan yang dilakukan oleh kepolisian dalam proses hukum acara pidana, yaitu penyelidikan dan penyidikan dalam menetapkan para peserta Hari Buruh Internasional dan dilakukannya tindakan yang menyalahi prosedur," ungkapnya.
Herlina, ibu salah seorang mahasiswa menyampaikan anaknya mengalami kekerasan seksual verbal oleh oknum anggota polisi. Anaknya diancam akan ditelanjangi saat ditangkap.
Selain itu, Herlina menyebut anaknya mengalami pengeroyokan bersama puluhan orang lainnya. Ia mengaku mengantongi bukti video kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian.
"Anakku diajarin untuk turun ke lapangan dan saya izinkan karena memang dia minta dukungan saya untuk belajar mencintai Indonesia. Ini, ini hal yang kami dapat dari seorang polisi yang kita harapkan menjadi pengayom kami," ucapnya.
Herlina, ibu salah satu mahasiswa yang mendapat kekerasan. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana
Sementara itu, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Cho Yong Gi yang juga hadir di Bareskrim Polri mengakui menerima kekerasan dari aparat kepolisian. Seperti pengeroyokan, leher diinjak, dipiting, dan dicekik. Semuanya dipastikan ada bukti videonya.
Ia menekankan tidak akan diam atas dugaan kekerasan dan penganiayaan yang terjadi ketika penangkapan sewenang-wenang saat May Day. Maka itu, ia melaporkan aksi kekerasan tersebut.
Yong Gi telah dibebaskan oleh penyidik Polda Metro Jaya. Meski demikian, ia mengaku masih berstatus tersangka kasus perusakan dan penghasutan.
14 orang ditangkap
Wakil Koordinator KontraS Andri Yunus menambahkan, ada 14 orang yang ditangkap sewenang-wenang oleh aparat Polda Metro Jaya. Ia menekankan pelaporan yang diajukan bukan tanpa dasar. Melainkan, ada sejumlah bukti penting dan kesaksian yang telah dikumpulkan.
"Yang mana menunjukkan bahwa ada tindakan kekerasan pada saat menimpa para klien kami, yakni dalam peringatan Aksi Hari Buruh Internasional pada 1 Mei kemarin di Jakarta," katanya.
Andri mengatakan setiap warga negara dijamin dan dilindungi haknya untuk melaporkan dugaan tindak pidana yang terjadi. Terlebih, dugaan tindak pidana kekerasan hingga kekerasan seksual dilakukan anggota polisi.
Ia tak ingin ingin
kasus-kasus kekerasan yang menimpa warga negara terulang. Oleh karena itu, ia melaporkan agar ada penghukuman terhadap para polisi yang melakukan kekerasan. Sebab, kata dia, bila tidak ada penghukuman, maka terjadi impunitas.
"Jika terjadi impunitas, maka akan ada kemungkinan keberulangan peristiwa serupa. Tentu kekerasan pada Mei Day tahun ini, bukan yang pertama, masih banyak sekali kasus-kasus yang saat ini belum terselesaikan," ucapnya.
Ia mencontohkan kasus penembakan pada 21-22 Mei 2019, reformasi di korupsi pada September 2019, demo Omnibus Law 2020, dan demo peringatan darurat Indonesia 2024. Andri menyebut banyak korban kekerasan dalam setiap demonstrasi, tapi minim penghukuman terhadap petugas kepolisian yang melakukan kekerasan.
"Padahal perlu diingat kawan-kawan, polisi itu memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan mengayomi hak masyarakat. Dalam hal ini adalah hak menyatakan kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat. Tapi yang terjadi di lapangan justru sebaliknya, yang terjadi adalah kekerasan yang mana itu minim sekali penghukuman," pungkasnya.
Saat ini pelaporan masih dibuat di SPKT Bareskrim Polri. Selain melapor di Bareskrim, mereka juga melaporkan anggota Polda Metro Jaya ke Divisi Propam Mabes Polri.