Konferensi pers Bareskrim Polri terkait pengungkapan pencurian rekening dormant senilai Rp204 miliar. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Siti Yona Hukmana • 25 September 2025 15:10
Jakarta: Bareskrim Polri menetapkan sembilan tersangka dalam kasus pembobolan salah satu bank pemerintah di Jawa Barat. Peran kesembilan pelaku terbagi menjadi tiga kelompok.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan, kelompok pertama berasal dari karyawan bank. Ada dua pelaku karyawan bank yakni berinisial AP, 50 selaku kepala cabang pembantu yang perannya memberikan akses ke aplikasi core banking system kepada pelaku pembobol bank.
"Untuk melakukan transaksi pemindahan dana secara in absentia (tanpa kehadiran nasabah)," kata Helfi dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 25 September 2025.
Tersangka kedua ialah GRH, 43 tahun selaku consumer relations manager. Dengan peran sebagai penghubung antara kelompok jaringan sindikat pembobol dengan kepala cabang pembantu.
Kemudian, kelompok pelaku pembobol atau eksekutor dengan lima tersangka. Yakni pertama, C alias Ken, 41 tahun yang berperan selaku aktor utama dari kegiatan pemindahan dana.
"Dan mengaku sebagai satgas perampasan aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia," ujar Helfi.
C alias Ken juga aktor intelektual kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) salah satu bank pemerintah di Cempaka Putih, Jakarta Pusat Mohamad Ilham Pradipta. Adapun, Ilham diculik untuk diajak kerja sama memindahkan dana di
rekening dormant ke rekening penampungan. Namun, aksi ini gagal dilakukan karena korban tidak mau bekerja sama.
Kedua, DR, 44 tahun yang berperan sebagai konsultan hukum yang melindungi kelompok pelaku pembobol bank serta aktif dalam perencanaan eksekusi pemindahan dana secara in absentia. Ketiga, NAT, 36 tahun dengan peran sebagai mantan pegawai bank yang melakukan access ilegal aplikasi core banking system dan melakukan pemindahbukuan secara in absentia ke sejumlah rekening penampungan.
Keempat, R, 51 tahun dengan peran sebagai mediator yang bertugas mencari dan mengenalkan kepala cabang kepada pelaku pembobol bank dan menerima aliran dana hasil kejahatan. Kelima, TT, 38 tahun dengan peran sebagai fasilitator keuangan ilegal yang bertugas mengelola uang hasil kejahatan dan menerima aliran dana hasil kejahatan
Selanjutnya, kelompok pelaku pencucian uang dengan total dua tersangka. Yakni pertama, Dwi Hartono (DH), 39 tahun dengan peran sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobol bank untuk melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir. Adapun, Dwi Hartono merupakan pengusaha bimbel asal Jambi yang juga aktor intelektual penculikan Kacab Bank Ilham Pradipta.
Barang bukti uang rekening dormant yang dibobol para pelaku. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Kedua, IS, 60 tahun dengan peran sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobol bank yang menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan. Helfi mengungkapkan, modus operandi para pelaku merupakan jaringan sindikat pembobol bank yang menargetkan pemindahan dana yang ada di dalam rekening dormant di luar jam operasional bank.
Pelaku memindahkan uang Rp204 miliar dari satu rekening dormant ke lima rekening penampungan, sebanyak 42 kali dalam 17 menit. Uang ratusan miliar itu belum sempat ditarik pelaku dan langsung diamankan Bareskrim Polri.
Dalam kasus ini, polisi menyita uang Rp204 miliar. Kemudian, 22 unit handphone, satu buah hard disk eksternal Seagate SRD00F1 2TB, dua buah DVR CCTV, satu unit PC merek HP 260 G4 dengan Nomor Produk 9UP52AV, dan satu buah notebook Asus ROG.
Ke-9 tersangka dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Jo Pasal 55 KUHP. Dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp200 miliar.
Pasal 46 ayat (1) Jo Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan denda Rp600 Juta.
Pasal 82, Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Dengan ancaman hukuman pidana 20 tahun penjara dan denda Rp20 miliar. Lalu, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan ancaman pidana penjara 20 tahun dan denda Rp10 miliar.